Beranda Policy Corner Program “Pendidikan Gratis” Masih Laris di Pilgub Sulsel

Program “Pendidikan Gratis” Masih Laris di Pilgub Sulsel

0

Oleh : Rizal Pauzi*

Pemilihan kepala daerah masih diwarnai pertarungan program di bidang pendidikan. Salah satunya dalam hal pilgub Sulsel.Bahkan tak segan – segan berbagai janji telah di disampaikan calon gubernur maupun wakil gubernur setiap turun ke masyarakat. Hal ini tak mengherankan karena pendidikan menjadi kebutuhan dasar manusia serta bersentuhan langsung dengan masyakat.

Konsep pendidikan yang ditawarkan semakin variatif. Seperti pasangan Nurdin Halid – Abdul Azis Qahhar Mudzakkar yang mendorong pendidikan gratis secara paripurna bahkan menjanjikan pemerataan pendidikan. Salah satunya pernah di sampaikan di salah satu media online yakni mendorong penempatan kampus berkelas di beberapa tempat khususnya di daerah Luwu Raya. Begitu pun dengan pasangan Ichsan Yasin limpo – Andi Muzakkar yang menjanjikan pendidikan berkualitas merata tanpa pungutan (gratis). Bahkan kandidat ini dengan massif mengkampanyekan bapak Ichsan Yasin Limpo sebagai tokoh pendidikan Sulawesi Selatan. Begitu pun prestasi – prestasi yang di torehkan selama memimpin kabupaten Gowa selama 2 periode. Sejauh ini pasangan lainnya yakni Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman belum melakukan sosialisasi program secara massif, masih lebih pada pengenalan kandidat serta mengkampanyekan prestasi Nurdin Abdullah selama memimpin Bantaeng 2 periode.

Program pendidikan tentu bukan sekedar janji, tapi harus rasional dan implementatif. Hal ini tentu harus menjadi perhatian bagi masing – masing kadidat. Seperti kita ketahui bersama bahwa dengan perubahan UU Pemerintahan daerah dari no.32 tahun 2004 menjadi no. 23 tahun 2014 memberikan kewenangan kepada Provinsi untuk mengelola Sekolah Menengah Atas (SMA) dan kabupaten/kota untuk SMP dan SD. Jika berlandaskan pada kebijakan ini, maka tentu siapapun Gubernurnya nnati harusnya lebih spesifik pada program pendidikan di SMA saja. Begitu pun dalam hal kualitas pendidikan tetap harus mengacu pada kurikulum nasional.

Dalam hal konsep pendidikan gratis tentu pun punya batasan, karena harus sejalan kebijakan pendidikan Nasional. Begitu pun dalam hal penganggarannya tentu harus berkoordinasi dengan kabupaten/kota karena merupakan kewenangan mereka untuk SMP dan SD. Apa lagi jika merujuk pada pendidikan gratis yang berjalan selama ini harus share anggaran antara Provinsi dan kabupaten bersangkutan.

Dari berbagai program yang telah di publikasikan kandidat masih sebatas pada pendidikan formal. Padahal dalam peningkatan kualitas pendidikan tentu perlu ditunjang oleh pendidikan non formal dan sarana pendukung lainnya. Apa lagi minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Hal ini berdasarkan studi yang dilakukan oleh Most Littered Nation In The Word Tahun 2016, minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 Negara. Begitu pun berdasarkan studi Pemetaan Minat Baca Masyarakat di Tiga Provinsi: Sulawesi Selatan, Riau, dan Kalimantan Selatan yang dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada Tahun 2007. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah yang masih berada pada kategori rendah dalam hal minat baca. Mustahil pendidikan berkualitas terwujud tanpa ditunjang minat baca yang baik.

Kandidat di Pilgub perlu berbenah. Butuh konsep dan kebijakan pendidikan yang inovatif dan impelentatif bagi setiap kandidat gubernur agar programnya bisa diterima masyarakat. Selain itu bisa di realisasikan jika terpilih nanti. Program pendidikan pun harus bersifat menyeluruh baik pendidikan formal, non formal maupun faktor penunjang lainnya.

*) Penulis adalah peneliti pada Public Policy Network

 

Facebook Comments