Beranda Kampus Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim Buntut Permasalahan Minimnya Edukasi Dini

Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim Buntut Permasalahan Minimnya Edukasi Dini

0

Oleh: Wafiq Azizah* 

Tidak jarang permasalahan klasik muncul di kehidupan sehari-hari kita, misalnya permasalahan sosial di masyarakat yang tak kunjung reda, seperti perkelahian, pengeroyokan, penistaan, pencibiran, dan perbuatan kriiminalitas lainnya. Lebih parahnya permasalahan itu mengalami grafik peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Bukan tanpa sebab tentunya. Contohnya adalah Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim atau yang biasa disingkat PMKH. Bukan semata-mata perbuatan yang mereka lakukan di dasari atas niat kesengajaan, kadangkala mereka tidak sadar, bahkan tidak tahu bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu termasuk dalam Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim (PMKH) dan juga Contempt Of Court (COC). Hal ini tentunya menjadi keresahan tersendiri di mata hukum.

Pemerintah, aparat hukum maupun penegak hukum tentunya tidak tinggal diam, sudah banyak  langkah dan tindakan yang diambil guna menyelesaikan problematika tersebut, misalnya melakukan sosialisasi, edukasi, menyebarkan konten-konten kampanye, pengabdian masyarakat dan masih banyak lagi, tetapi hasilnya sama saja, belum bisa menjawab problematika yang terjadi. Hal ini tentunya menyisakan pertanyaan di benak pikiran kita? Mengapa permasalahan ini tak kunjung usai? Tidak terjawabnya permasalahan ini hingga detik ini, bukan karena pemerintah maupun aparat penegak hukum yang tidak menjalankan tugasnya dengan maksimal, namun kita belum menemukan akar dan buntut problematika itu sendiri.

Jika ditelusuri lebih lanjut, sebenarnya buntut permasalahan dari Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim (PMKH) ini dikarenakan minimnya edukasi sejak dini kepada masyarakat mengenai apa-apa saja perbuatan yang kiranya melanggar maupun merendahkan harkat dan martabat seorang hakim. Minimnya edukasi dan pendidikan ini yang akhirnya berbuntut pada minimnya pengetahuan. Pengetahuan adalah fakta, kebenaran atau informasi yang diperoleh melalui pengalaman atau pembelajaran disebut posteriori, atau melalui introspeksi diebut priori. Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Pengetahuan  juga diartikan berbagai  gejala  yang  ditemui  dan  diperoleh  manusia melalui  pengamatan  akal.  Pengetahuan terlihat pada saat seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Contoh pengetahuan adalah ketika seseorang mencicipi masakan yang baru, ia mendapatkan pengetahuan berupa bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut (Maier, 2007).

Pengetahuan mewujudkan insan yang lebih beradab dan dan mulia, dimana outputnya adalah dapat memanusiakan manusia, serta mengubah pola pikir dan mindset seseorang menjadi lebih baik lagi. Tak hanya itu, pengetahuan juga mengubah serta membentuk karakter dari setiap individu menjadi makhluk yang bermoral. Namun dalam realisasinya pengetahuan dan pendidikan yang layak dan maksimal tidak sepenuhnya menyentuh dan dirasakan oleh masyarakat, sehingga minimnya edukasi menciptakan masalah-masalah sosial di masyarakat.

Bukti rendahnya mutu pendidikan di Indonesia bisa dilihat dari data UNESCO tahun 2000 tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (IPM). Indeks ini merupakan komposisi dari peringkat pencapaian suatu Negara dari berbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per-kepala. UNESCO menemukan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun dari tahun ke tahun. Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999) dari 174 negara yang ada di dunia.

Hal serupa juga bisa dilihat dari survei Political and Economic Risk Consultant (PERC). Survey ini membuktikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia menempati urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia bahkan berada di bawah Vietnam, Negara yang notabene lebih kecil dari Indonesia. Ironisnya lagi, data yang dilaporkan oleh The World Economic Forum Swedia (2000), mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang terbilang rendah, yakni hanya menempati urutan ke-37 dari 57 negara-negara dunia yang telah disurvei. Bahkan Indonesia hanya berpredikat sebagai follower dalam hal pengembangan teknologi, bukan sebagai pemimpin dari 53 negara yang ada di dunia.

Tak hanya itu, bukti rendahnya pendidikan berimbas pada perbuatan yang tak bermoral, seperti data yang telah saya ambil, sepanjang Januari hingga Desember 2021, Komisi Yudisial (KY) menangani 13 laporan/informasi yang dianggap merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan KY Binziad Kadafi menuturkan, pemberian advokasi bertujuan agar independensi hakim tetap terjaga meski ada tekanan. Salah satu tugas KY adalah mengambil langkah hukum atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim atau PMKH. Tindakan tersebut berupa advokasi pada hakim.

Kadafi mencontohkan kejadian di PN Jakarta Timur saat sidang perkara Muhammad Rizieq Shihab (MRS) yang menarik perhatian publik karena dilaksanakan secara virtual. Sidang bahkan ricuh karena aksi protes penasihat hukum terdakwa MRS yang menginginkan sidang secara offline. Terkait hal itu, kegaduhan yang terjadi di ruang sidang akhirnya mengganggu jalannya proses persidangan. Oleh karena itu, KY meminta kepada semua pihak menghormati pengadilan dan hakim, serta menjaga tata tertib persidangan.

Contoh kedua adalah kejadian di PN Bengkalis di mana ada pihak yang mengancam keamanan hakim di luar persidangan berupa teror terhadap hakim. KY segera melakukan koordinasi pengamanan rumah dinas hakim dengan PN Bengkalis dan Kepolisian Resor  Bengkalis.

Dampak yang dapat dirasakan akibat dari rendahnya pengetahuan dan pendidikan di indonesia, salah satunya yaitu seperti contoh Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Martabat Hakim (PMKH) di atas, rendahnya pengetahuan dan pendidikan di indonesia cenderung membuat seseorang bertindak tanpa berpikir dan mengetahui konsekuensi apa yang akan terjadi apabila ia berbuat demikian. Sehingga kebanyakan dari mereka bertindak gegabah dan juga penuh emosional dalam menghadapi situasi yang dianggapnya merugiakan. Disisi lain  sebenarnya, mereka sama sekali tidak ingin melakukan tindakan tak bermoral tersebut, namun karena minimnya pengetahuan, menjadikan mereka melakukan hal-hal yang tak bermoral.

Masih banyak orang yang awam menganai apa itu PMKH?
Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim sendiri diatur dalam “Pasal 1 angka 2 Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Advokasi Hakim. Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim adalah perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan, menghina hakim dan pengadilan.

Adapun Macam-Macam Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim diantaranya: 1) Misbehaving in Court, Berperilaku tercela dan tidak pantas di Pengadilan, 2) Disobeying Court Orders, Tidak mentaati perintah perintah Pengadilan, 3) Scandalising the Court, Menyerang integritas dan impartialitas pengadilan. 4) Obstruucting Justice, Menghalangi jalannya penyelenggaraan peradilan, dan 5) Sub-Judice Rule Perbuatan-perbuatan penghinaan terhadap pengadilan dilakukan dengan cara pemberi tahuan/publikasi.

Serta tata tertib persidangan yang diatur dalam Perma No. 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Peradilan dalam Pasal 4 Bab II mengenai Tata Tertib Umum dan Tata Tertib Persidangan.

Andai saja masyarakat memperoleh edukasi yang jauh lebih baik, khususnya mengenai PMKH, mulai dari apa itu PMKH, macam-macamnya, ancaman hukumannya, bagaimana tata tertib dalam persidangan dan lain sebagainya, pasti akan minim terjadi PMKH di Indonesia. Mereka akan menjadi pribadi yang lebih bermoral dan memiliki kemampuan yang baik dalam mengontrol dirinya di situasi tertentu, khususnya pengadilan. Hal itu tentunya diperoleh dari adanya edukasi yang maksimal kepada masyarakat.

Berdasarkan penjabaran-penjabaran di atas bisa disimpulkan bahwa rendahnya atau minimya pendidikan dan pengetahuan merupakan butut dari permasalahan peningkatan terjadinya Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim (PMKH) di Indonesia saat ini. Oleh karena itu, Kami Peserta Program Klinik Etik dan Advokasi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin hadir untuk membantu pemerintah khususnya Komisi Yudisial sebagai bentuk sinergisitas untuk memberikan pemahaman, wawasan dan pengalaman tentang Etika di lingkup peradilan serta upaya pencegahan Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim (PMKH) dan juga melakukan kegiatan preventif dalam mencegah terjadinya perbuatan Contempt of Court (COC) yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

*) Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Facebook Comments
ADVERTISEMENT