Oleh : Andi Hendra Dimansa*
Bila mengutip ungkapan mendiang Babe Ridwan Saidi terkait sejarah bahwa “sejarah itu rasional, bila berisi dongeng-dongeng itu bukan sejarah”.
Kalau ungkapan tersebut, digunakan dalam melihat sejarah sebagai tonggak hari lahir Sinjai. Apakah sejarah Sinjai cukup rasional? Dalam pengertian bahwa sejarah Sinjai memiliki bukti yang konkret yang bisa dibuktikan keberadaannya.
Sejarah Sinjai yang dijadikan bukti sebagai hari lahirnya yakni “Perjanjian To Pekkong”. Berupa batu yang di tanam sebagai bentuk mengubur sikap ego diantara penguasa yang ada (Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone yang berebut pengaruh).
Keberadaan batu “Perjanjian To Pekkong” masih bisa ditemui hingga hari ini. Tapi, kendati terdapat bukti mengenai sejarah yang dijadikan rujukan hari jadi Sinjai. Bukan berarti sudah bisa menjelaskan Sinjai di masa lalu.
Tugas masyarakat Sinjai bukan semata merayakan hari jadinya. Tetapi, yang lebih substansial menelusuri akar sejarah Sinjai sekaligus menjadi dasar dalam menatap hari-hari esok Sinjai.
Pemerintah daerah juga harus lebih dituntut menghadirkan peninggalan Sinjai baik berupa bukti tertulis maupun bukti arkeologis. Supaya sejarah Sinjai tidak terkesan mengikuti narasi yang hanya berupa sandaran mitologi.
Salah satu bukti keberadaan Sinjai yang masih bisa ditemui hingga kini berupa kelestarian Komunitas Adat Karampuang. Keberadaan Komunitas Adat Karampuang yang menjaga kelestarian adat dengan memelihara lingkungan.
Pemerintah Kabupaten Sinjai harus berupaya menjadikan Komunitas Adat Karampuang sebagai prioritas bukan komiditas. Yang bisa saja merusak lingkungan sebagai warisan nilai yang masih bisa terlihat dan terjaga.
Semoga kita berbahagia dalam menyambut hari jadi Sinjai. Pesta boleh meriah tapi jangan lupa merawat kelestarian lingkungan di bumi Tellulimpoe Pitu Diwawo Bulu (mengutip lirik lagu ciptaan Pak Muhannis).
*) Penulis adalah ketua Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Kabupaten Sinjai
