Beranda Mimbar Ide Inovasi IMM Menuju Indonesia Emas 2045 (Refleksi Milad IMM Ke-59)

Inovasi IMM Menuju Indonesia Emas 2045 (Refleksi Milad IMM Ke-59)

0
Engki Fatiawan*
Engki Fatiawan*

Oleh: Engki Fatiawan*

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan pemuda yang bergerak di kalangan mahasiswa dengan menebar dakwah amar makruf nahi mungkar hari ini telah mencapai usia yang ke-59. Umur yang sudah cukup tua dan telah mengarungi berabagai arus dinamika kebangsaan yang ada di Indonesia. Tepat pada tanggal 29 Syawal 1384 H bertepatan dengan 14 Maret 1964 M, resmi berdiri organisasi ini yang pada saat itu diketuai oleh IMMawan Djazman Alkindi.

Kelahiran IMM pada dasarnya juga merupakan kelanjutan dari lahirnya Muhammadiyah sebagai induknya. Untuk memudahkan dakwah amar makruf nahi mungkar di kalangan mahasiswa kemudian Muhammadiyah membentuk IMM sebagai pelanjut cita-cita yang sebelumnya belum tercapai (Fahoni, 1990). Lahirnya IMM juga tidak lepas dari faktor internal Muhammadiyah dan faktor eksternal baik itu dari dinamika keberislaman pada saat itu, dinamika keummatan, dan dinamika kebangsaan yang digempur oleh partai komunis.

Terlepas dari kelahiran yang dipersoalkan, IMM telah membuktikan kehadirannya, telah banyak membantu menyelesaikan persoalan ummat dan bangsa di Indonesia. Immawan dan Immawati yang dilahirkan dari proses perkaderan yang sakral telah mampu menjadi motor penggerak roda kebangsaan, sosial dan agama. Kesadaran akan nilai-nilai keagaamaan yang kemudian menjadi dasar pergerakan menjadi kekuatan untuk tetap berada di jalan yang lurus namun terjal dan berbukit untuk dilalui saat ini.

Mengutip Fajlurrahman Jurdi dalam buku Pengakuan Kader dan Alumni IMM Unhas untuk Indonesia Berkemajuan, bahwa Menempuh jalan hidup dengan gelar immawan dan immawati bukanlah hal yang mudah karena dengannya ada amanah Tuhan sebagai khalifah (pengganti) di muka bumi dan tampuk pimpinan ummat nanti, terlepas dari beban organisasi. kader IMM dituntut untuk memimipin dua arena yakni arena keluarga dan arena di luar keluarga. Yang kedua inilah yang masuk dalam kategori arena politik, bisnis, kebudayaan dan sebagainya.

IMM masa 1964 dan setelahnya berbeda dengan IMM di masa sekarang dan masa yang akan datang. Sekarang organisasi ini ada di tangan Gen Z dan milenial mulai dari level komisariat hingga pada level pimpinan pusat. Di era generasi tersebut kemajuan teknologi dan informasi semakin pesat. Bebrbagai inovasi teknologi dan informasi muncul yang merambah ke segala lini kehidupan manusia.

Internet merupakan salah satu teknologi informasi yang saat ini telah menjadi bagian hidup manusia dan bisa dikatakan sebagai kebutuhan primer. Setiap waktu orang-orang berinteraksi lewat internet untuk memudahkan penyampain informasi. Selain itu, internet juga menunjang berbagai pekerjaan sehari-hari seperti transaksi jual beli melalui aplikasi bayar-bayar, taxi online, kuliah dan belajar via aplikasi online dan sebagainya. Hal tersebut sangat mudah dan sangat efisien.

Terlepas dari kemudahan dan efisiensinya, faktanya adapula dampak negatif yang ditimbulkan seperti ketergantungan, dari sisi Kesehatan mengganggu syaraf dalam otak karena memaksa otak untuk menerima informasi yang berbeda dengan waktu yang cepat, informasi hoaks dan berbagai dampak negatif lainnya. Dari keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi saat ini, kader IMM harus mampu melihat peluang dan meminimalisir kerugian.

Olehnya itu, organisasi saat ini khususnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus mampu menerawang ke depan untuk bisa tetap eksis di tengah gempuran kemajuan teknologi. IMM bukanlah organisasi yang menutup diri dari ilmu pengetahuan tetapi imm menerima dan merancang ilmu pengetahuan baru. Ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah.

Gerakan IMM merupakan gerakan intelektual yang kemudian menjadi penciri kader sebagai mahasiswa. Dengan gerakan inilah inovasi-inovasi akan terlahir dari diri setiap kader untuk memberikan sumbangsih positif terhadap bangsa. Kader imm yang ada saat ini berasal dari latar belakang keilmuan yang berbeda-beda. Maka dari itu, sudah seharusnya banyak inovasi yang bisa dilahirkan dari bidang keilmuan masing-masing.

Dewasa ini dikatakan sebagai era kolaborasi, bergerak bersama membangun peradaban yang lebih baik perlu untuk digalakkan. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah selama ini sudah diajarkan berpikir holistik. Hari ini masih banyak kader yang berpikir sempit dan tidak mau terbuka dengan pemikiran yang lain bahkan sesama kader masih saling sentimen. Tentunya di ikatan tidak dibutuhkan sentimen-sentimen yang tidak jelas tetapi yang dibutuhkan adalah argumen untuk membangun kualitas.

Selain dari gerakan intelektual tadi, tentunya sebagai kader pemimpin harus pula bergerak dalam ranah kebangsaan. Kader imm tidak boleh anti dengan politik tetapi harus terjun ke dalam politik jika ingin berbuat dan memperbaiki yang menurutnya kurang baik dan yang tidak sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan As-sunnah. Imam Al-Ghazali mengatakan agama bisa berjalan dengan baik jika di lindungi oleh kekuasaan. Tentunya semua itu tidak bisa terlepas dari nilai-nilai spiritualitas sebagai pondasi kuat dalam diri.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah kesejahteraan kader. Hal tersebut juga perlu dipikirkan karena perjuangan tanpa ada sokongan materi juga bisa menghambat perjalanan. Maka dari itu, perlu juga membekali ilmu entrepreneurship sebagai cikal bakal lahirnya konglomerat-konglomerat sebagaimana konglomerat pada masa awal Muhammadiyah. Dan juga sebagaimana para sahabat Nabi yang menjadi saudagar kaya.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Tetapi, yang menjadi permasalahan adalah sumber daya manusianya yang belum mampu mengelolah. Maka dari itu, kader IMM harus mampu menciptakan inovasi untuk mengelolah SDA di Indonesia sehingga suatu saat ketika Indonesia genap satu abad pada tahun 2045 sudah mampu bersaing di kancah internasional. Sumber daya manusia Indonesia termasuk di dalamnya kader imm menjadi kuat dan inovatif sehingga mampu menjadi motor penggerak peradaban yang berkemajuan.

*) Penulis adalah Ketua korkom IMM Universitas Hasanuddin

Facebook Comments
ADVERTISEMENT