Oleh : M. Ian Hidayat Anwar S.H.*
Bapak pertama kali membawa kami melintasi provinsi Sulawesi Barat 2005 silam. Bapak memboyong kami pindah setelah mendapat perintah tugas menjadi Aparat Sipil Negara. Saat itu menjadi awal berdirinya Kabupaten Mamuju Utara sejak mekar dari Kabupaten Mamuju tanggal 18 April 2004, sekarang berganti nama menjadi Kabupaten Pasangkayu. Satu yang selalu terkenang saat perjalanan dua provinsi antara Sulawesi Barat dari Sulawesi Selatan. Sungai Saddang.
Sungai Saddang, merupakan sungai terpanjang di Provinsi Sulawesi Selatan dengan panjang sekitar 181 km2. Selain membelah daratan Sulawesi Selatan sungai ini juga melintasi dua Kabupaten di Sulawesi Barat yaitu Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa.
Jembatan Jalan Trans Pinrang yang menyebrangkan pengendara di Sungai Saddang menyajkan pemandangan sungai yang membentang cukup luas. Pinrang menjadi Kabupaten akhir yang dilintasi Sungai Saddang. Di Pinrang ada dua tempat yang mempertemukan antara aliran Sungai Saddang dan laut, muara di Babana dan Paria.
Disana warga mengandalkan laut untuk sumber matapencahariannya. Balacang, sebutan lokal untuk udang ebi menjadi incaran para pelaut disana. Jumlahnya yang cukup melimpah menjaminkan kesejahteraan masyarakat disana.
“Kalau musimnya ini dek, warga bisa hasilkan 10 jutaan perhari itu” kata salah seorang warga Desa Binanga.
Selain sebagai nelayan, warga juga menggarap tambak sebagai matapencaharian.kondisi geografisnya yang berada di muara sangat mendukung warga untuk bertani tambak.
Saat tiba disana, kami dijamu dengan ikan bandeng dan ikan balacang., sebagai komoditi lokal yang dihasilkan warga disana. Namun begitu warga mengeluhkan tambaknya yang beberapa hilang akibat abrasi.
Saat tiba di Desa Binanga, terlihat beberapa bekas tambak warga yang menyatu dengan sungai. Menurut Ippo, kjadian seperti ini sangat mempengaruhi daya hidup warga.
“Kalau seperti ini terus, bisa jadi kita kehilangan matapencaharian” tutur warga lokal desa Binanga tersebut.
Ippo menyalahkan tambang pasir yang belakangan mulai marak di sekitaran bantaran sungai saddang tersebut.
“Memang itu tambang pasir merugikan sekali dampaknya”
Pada dasarnya, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 69 Ayat (1) huruf a, UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Terkait dengan penambangan pasir, Pasal 35 huruf i, UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menyatakan bahwa, “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya.”
Faktanya memang terhitung dari tahun 2019. Setidaknya ada 3 tambang pasir yang memaksa masuk dengna izin di muara sungai ini. Sampai saat iniwarga terus berkonflik dengan perusahaan untuk menolak tambang pasir.
Proses industrialisasi yang terus mendesak kebutuhan materil, saat ini memaksa berbagai kebutuhan untuk dieksploitasi sebesar besarnya. Tidak terkecuali pasir. Konon, pasir di muara sungai saddang adalah salah satu pasir terbaik di dunia. Namun, memperhatikan dampak ekologis yang terjadi akibat tambang, seperti banjir, abrasi, dan hilangnya ekosistem flora dan fauna. Warga akan selalu konsisten menolak tambang pasir.
“Kami ini Pak, bangun masjid saja beli pasir diluar. Karena kami masih menjaga kelestariannya ini sungai. Kami bisa saja pakai pasir dari sungai ini, tapi kami yakin dampaknya ke depan itu akan menurunkan daya hidup warga” kata Musakir sebagai tokoh desa itu.
Musakir juga menegaskan bahwa sampai kapanpun warga akan terus menolak tambang
“Ini masjid loh Pak. Untuk keperluan bersama kami tidak menggunakan pasir dari sungai. Apalagi, ini untuk keperluan perusahaan tambang besar besaran. Kami tidak mau Pak” jelasnya.
*) Penulis adalah kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah