Beranda Mimbar Ide Pelihara Kemiskinan, Langgengkan Politik Uang

Pelihara Kemiskinan, Langgengkan Politik Uang

0
Engki Fatiawan
Engki Fatiawan

Oleh : Engki Fatiawan*

Tingkat kemiskinan di Indonesia masih menjadi masalah yang harus diselesaikan. Badan Pusat Statistik (2024), mencatat jumlah masyarakat miskin di Indonesia mencapai 25,22 juta orang. Tingkat kemiskinan paling tinggi di dominasi oleh masyarakat yang berada di Maluku dan Papua, yaitu sebesar 19,39 persen. Sementara itu, persentase penduduk miskin terendah berada di pulau Kalimantan, yaitu sebesar 5,44 persen. Untuk Sulawesi Selatan jumlah penduduk miskin sekitar 736,48 ribu orang.

Jika melihat data tersebut maka kemiskinan masih cukup tinggi di Indonesia. Penyebab kemiskinan yang terjadi di negeri ini pada dasarnya terletak pada kurangnya kapasitas sumber daya manusianya sehingga susah untuk diterima dalam suatu pekerjaan. Kualifikasi pekerja yang ditetapkan oleh penyedia lapangan kerja tidak dapat dicapai oleh banyak SDM yang ada di Indonesia.

Kapasitas dan kapabilitas SDM yang rendah merupakan akibat dari rendahnya pendidikan yang didapatkan oleh masyarakat. Hanya 10 persen masyarakat Indonesia yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi selebihnya paling tinggi hanya tamat sekolah menengah. Sementara itu, lulusan sarjana dari perguruan tinggi masih banyak yang tidak mendapatkan pekerjaan dengan baik. Badan Pusat Statistik (2024), mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan perguruan tinggi mencapai 7,35 persen.

Selain kurangnya lapangan pekerjaan dan tidak tercapainya kualifikasi calon pekerja yang ditetapkan oleh penyedia lapangan kerja, juga disebabkan oleh rendahnya gaji yang didapatkan oleh pekerja yang tidak sebanding dengan tenaga dan waktu pekerja. Sehingga banyak orang yang memilih untuk tidak bekerja terlebih dahulu sampai mendapat pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya.

Hal tersebut juga menjadi paradoks karena alih-alih menginginkan pekerjaan yang memiliki upah yang tinggi akan tetapi kemampuan yang dimiliki tidak bisa diandalkan oleh perusahaan. Fenomena ini banyak terjadi saat ini khususnya bagi lulusan perguruan tinggi. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi perguruan tinggi dan pemerintah karena tidak mampu menghasilkan SDM yang andal.

Akibatnya, keinginan memiliki upah yang tinggi tersebut disambut baik oleh penyedia judi online yang menawarkan penghasilan yang tinggi. Selain itu, banyak juga yang terjerumus dalam perdagangan dan penyeludupan narkoba karena keuntungannya juga cukup fantastis. Banyak pula yang tertipu oleh investasi bodong alih-alih mendapatkan keuntungan tinggi, malahan yang didapat adalah kerugian.

Pengaruh media sosial dan sistem kapitalisme telah berhasil mempengaruhi masyarakat, sehingga uang dan harta menjadi sesuatu yang sangat dikejar walaupun didapatkan dengan cara-cara yang tidak pantas. Eksploitasi lingkungan, korupsi uang negara, tipu-menipu, dan lain sebagainya dilakukan demi mencapai kapital yang tinggi. Dampaknya bagi masyarakat sangat dirasakan selain kemiskinan juga terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang menimbulkan bencana hidrometeorologis, pemanasan global hingga perampasan lahan masyarakat.

Dampak tersebut di atas pada dasarnya lahir dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemangku kepentingan yang tidak dapat melihat secara holistik serta kurangnya pengawasan, pencegahan, dan penindakan terhadap pelanggaran yang terjadi. Selain itu, terkadang dalam merumuskan kebijakan tidak melibatkan masyarakat luas sehingga masih ada kebijakan yang tidak berpihak kepada beberapa lapisan masyarakat. Hal ini kemudian menjadi cikal bakal timbulnya apatisme terhadap politik di tengah masyarakat yang mengakibatkan kurangnya kepercayaan kepada pemerintah.

Tingkat kepercayaan yang rendah terhadap pemerintah inilah yang menjadi salah satu penyebab maraknya politik uang. Kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah dalam menjalankan sistem politik dan pemerintahan membuat masyarakat berpikir untuk terlibat dan menerima uang dari politisi “Daripada tidak mendapatkan sesuatu selama satu periode pemerintahan lebih baik menjual suara ke politisi”. Dan hal itu Kemudian diperparah lagi dengan kemiskinan dimana masyarakat memang sangat membutuhkan uang.

Momentum pemilihan kepala daerah serentak pada 27 November 2024 akan menjadi pesta demokrasi yang sangat transaksional sebagaimana pada saat pemilu beberapa bulan yang lalu. Daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi seperti potensi emas, nikel, batu bara, bauksit, dan potensi lahan sawit banyak menarik investor untuk membiayai pasangan calon kepala daerah. Maka dengan itu, perdagangan suara untuk memilih calon kepala daerah sangat langgeng di tengah masyarakat.

Politik transaksional ini sudah menjadi hal lumrah di tengah masyarakat karena hingga saat ini belum ada yang dibatalkan keterpilihannya hanya karena membeli suara. Sehingga untuk saat ini politik uang masih menjadi pilihan dari calon untuk meraup suara sebanyak-banyaknya. Sementara itu, gagasan dan visi pembangunan daerah adalah hal yang menjadi pilihan berikutnya dalam meraup suara.

Terjadi polarisasi di tengah masyarakat dimana ada dua kubu yaitu kubu politisi modal kapital dan kubu dengan modal cerita/gagasan. Untuk saat ini kubu politisi modal kapital pasti memenangkan pertarungan. Masyarakat yang berpikir praktis mendukung sepenuhnya.

Maka dari itu, perlu memperbaiki kualitas demokrasi ke depannya. Politik uang pada dasarnya merupakan efek domino dari kemiskinan dan sistem kapitalisme yang berkembang. Sehingga pengentasan kemiskinan dan perbaikan kualitas sumber daya manusia perlu dikerja dengan sebaik mungkin. Karena memelihara kemiskinan berarti melanggengkan politik uang.

*) Penulis adalah Ketua Koorkom IMM Universitas Hasanuddin

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT