Beranda Mimbar Ide Prabowo dan Politik Pembangunan

Prabowo dan Politik Pembangunan

0
Andi Hendra Dimansa

Oleh : Andi Hendra Dimansa

(Peneliti Profetik Institute)

Dalam banyak kesempatan Presiden Prabowo Subianto senantiasa menunjukkan arah pembangunan di pemerintahannya, berorientasi kepada pembangunan berbasis kerakyatan. Keinginan melayani rakyat yang miskin, tinggal di pondok yang tidak layak dan permasalahan kesehatan serta ekonomi. Bagi Prabowo harus ada solusi dari negara, berikan mereka kehidupan yang layak. Tidak salah bila ada target menyediakan rumah, makan dan modal bagi pelaku UMKM.

Melihat berbagai persoalan dari akarnya, yakni persoalan gizi. Pemerintah menyiapkan Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi anak sekolah. Coba bayangkan berapa uang jajan anak-anak terpotong, yang bisa dimanfaatkan para orang tua. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Bagi yang butuh modal usaha, pemerintah memberikan kemudahan. Apakah langkah itu tidak memiliki dampak? Mungkin bagi orang dengan penghasilan menengah ke atas, hal itu tidak terlalu dibutuhkan. Tapi, orang-orang yang berada di garis kemiskinan, maka itu sangat berarti.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Prabowo mengawali masa pemerintahannya dengan memberikan diskon tarif listrik. Tentu akan berpengaruh kepada rumah tangga di desa-desa, apalagi di tengah berbagai kebutuhan. Apakah itu kebijakan populis? Kalau kepentingan masyarakat bisa diutamakan, sekaligus mengurangi beban. Bukankah orientasi dari semua kebijakan adalah kepentingan publik. Walau demikian pemerintah juga diharapkan membuat skema kebijakan yang jelas. Jangan juga terlalu berlebihan, apalagi sekedar mengejar tepuk tangan.

Kebijakan itu harus mampu menjawab berbagai permasalahan yang terjadi. Selain itu, harus melihat berbagai kemungkinan, baik skala nasional dan daerah maupun internasional. Pemimpin mesti melihat dan membaca berbagai kemungkinan, agar suatu kebijakan bukan sekedar mengatasi permasalahan tertentu. Tapi, yang lebih penting mampu adaptif terhadap berbagai kemungkinan termasuk perubahan dan gejolak dunia. Misalnya, kebijakan ekonomi yang berorientasi kepada kepentingan pelaku usaha dalam negeri. Tapi, pada saat bersamaan menjadi kendala bagi pengusaha luar dalam menanamkam modalnya di dalam negeri.

Pemerintah harus secara fear dalam mengambil kebijakan agar semua pelaku usaha bisa bertumbuh. Jangan abaikan pengusaha dari luar, mengingat pertumbuhan ekonomi juga memerlukan kolaborasi. Kalau orang datang membangun usaha di negara kita, maka uang masuk dan tenaga kerja terserap. Jadi, kebijakan harus bisa bersih dan adil bagi semua. Jika pengusaha luar bisa menanamkan modal dan memperoleh keuntungan, maka hal yang sama juga bisa terjadi di kalangan pengusaha dalam negeri.

Otokritik Dalam Kebijakan Politik Pembangunan Prabowo

Gaya Prabowo terlalu terpusat dan bersifat struktural, kadang terlalu kaku melihat dan mendekati suatu persoalan. Contoh, MBG yang diperlakukan secara sama, tanpa melihat konteks dan lingkup. Apakah sama antara siswa yang di Jakarta dengan di Jayapura? Perlu melihat lingkupnya, mengingat tidak semua lauk dan makanan pokok itu sama. Indonesia itu beragam termasuk makanan pokok seperti nasi, sagu, jagung dan ubi. Semoga pemerintah melihat semua itu, agar tidak serta-merta melakukan sesuatu.

Dalam teori pembangunan partisipatoris suatu kebijakan dilakukan dengan melibatkan semua kalangan. Selain itu, tidak top-down agar pelibatan masyarakat terjadi. Apakah tidak aneh apabila masyarakat tidak terlibat? Justru kebijakan hadir demi mereka, namun sering kali pemerintah lupa terhadap peran-peran masyarakat. Kita punya budaya kebersamaan yang tinggi, namun kenapa untuk urusan program pemerintah justru masyarakat tidak dilibatkan?

Coba lihat pembentukan Koperasi Merah Putih yang sarat dengan pendekatan struktur. Tidak ada pengkajian mendalam, kita khawatir koperasi itu sekedar memenuhi perintah dari pusat. Tapi, pernahkah pemerintah pusat melihat ekosistem koperasi yang memungkinkan di suatu daerah. Harus ada klasifikasi dan berbasis kesadaran masyarakat, bukan perintah membentuk. Lalu, setelah terbentuk pemerintah pusat harus mengarahkan lagi dari segi modal. Apakah itu benar-benar koperasi?

Apakah pemerintah melihat suatu perubahan dan kemajuan itu bersumber dari pemerintah semata? Pemerintah harus mengambil peran sebagai fasilitator, bukan memerintahkan. Lalu, mengatur seperti barisan, kita meragukan pertumbuhan yang semata dari satu arah. Apakah tidak lebih baik apabila pemerintah bertanya kepada masyarakat? Jangan sampai kesalahan mengambil peran dan inisiatif berdampak kepada kekeliruan. Hal itu, terlalu berat bagi masa depan negara ini.

Pembangunan Berbasis Ekosistem Yang Tersedia di Masyarakat

Target pemerintah untuk membangun 3 juta rumah bagi masyarakat miskin. Memang terdengar menggiurkan sekaligus menebar harapan kepada masyarakat. Tapi, bagaimana hal itu diwujudkan? Kalau kembali pendekatan top-down atau dengan cara pengembang, maka kita sedikit ragu. Setidaknya, pemerintah harus mengambil pendekatan berbeda, bukan sekedar membangun sesuatu. Jangan sampai mirip rumah susun, memberikan hunian bagi masyarakat. Tapi, bisa menghilangkan dari lingkungan dan sosial-budaya mereka. Sekedar memindahkan penduduk saja, pemerintah tidak melihat perspektif lain, bahwa menyiapkan hunian itu bisa dengan memanfaatkan potensi yang tersedia di lingkungan masyarakat.

Bahan-bahan untuk membangun rumah bisa diperoleh secara murah dari masyarakat, tidak perlu seragam. Tapi, memanfaatkan potensi terdekat agar bisa memenuhi kebutuhan dan ketersediaan rumah yang layak. Kalau itu dilakukan pemerintah dapat lebih efektif dan efisien. Misalnya, kayu, batu bata, pasir dan batu, dapat diperoleh dari masyarakat. Hal itu, juga bisa menumbuhkan ekonomi kalangan bawah. Belum lagi pekerja yang terlibat, jangan ada monopoli dalam pembangunan.

Salam dari warga

Facebook Comments Box