Beranda Lensa Jaga Marwah Adat, Syariat, dan Profesionalisme Organisasi, Asadatun Kejati Sulsel Pelopor Raker...

Jaga Marwah Adat, Syariat, dan Profesionalisme Organisasi, Asadatun Kejati Sulsel Pelopor Raker IKM Sapayuang

0

Matakita.co, Makassar- Dalam khazanah kepemimpinan Minangkabau di tanah rantau, terdapat sosok yang bukan hanya memikul gelar adat, tetapi juga mengemban kebijaksanaan zamannya. Dialah H. Ferry Taslim, S.H., M.Hum., M.Si., Dt. Toembidjo, seorang pemimpin yang menyulam kecendekiaan hukum, ketajaman intelektual, dan kematangan adat menjadi satu narasi utuh tentang arah dan marwah organisasi.

Rapat Kerja (Raker) Dewan Pengurus Ikatan Keluarga Minangkabau Sapayuang Sulawesi Selatan (IKM Sapayuang) Masa Bakti 2025–2027 yang berlangsung di Baruga Golf Kodam XIV/Hasanuddin bukanlah semata agenda administratif. Ia adalah manifestasi kehendak luhur yang digagas dan dimatangkan oleh H. Ferry Taslim, S.H., M.Hum., M.Si., Dt. Toembidjo, seorang Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Tinggi Sulsel, yang juga Dewan Pembina IKM Sapayuang, dan tak kalah penting: seorang Niniak Mamak yang memahami medan, menghormati nilai, dan membaca zaman.

Sebagai penggagas utama Raker ini, Asdatun Kejati Sulsel hadir tidak hanya dengan rancangan pikiran, tetapi juga dengan ruh perjuangan yang bernas. Ia membangkitkan kembali kesadaran struktural organisasi: bahwa untuk tetap relevan di tengah turbulensi zaman, IKM Sapayuang mesti membangun dirinya sebagai institusi yang bertumpu pada nilai adat, asas syariat, dan tata kelola modern.

Dalam pemaparannya mengenai Pedoman Organisasi, beliau menyampaikan dengan gaya tutur yang berwibawa namun menyejukkan:

“Pedoman organisasi ini bukan sekadar tumpukan pasal dalam dokumen. Ia adalah cermin marwah dan arah; penjaga akhlak struktural, penuntun kebijakan kolektif. Tanpa pedoman, organisasi kehilangan jiwa, dan tanpa jiwa, ia hanya akan menjadi nama tanpa makna.”

Sebuah kutipan yang tak hanya menggugah, tetapi juga menjadi kristalisasi pemikiran beliau bahwa organisasi adalah rumah gadang yang harus disangga oleh nilai dan disiplin luhur.

Merajut Struktur dengan Kesadaran Adat
Ketika banyak organisasi berjalan setengah sadar dalam rutinitas, Dt. Toembidjo mengajukan pertanyaan yang lebih mendasar: untuk apa kita berorganisasi, dan dengan nilai apa kita melangkah? Dari sinilah lahir gagasan tentang Raker sebagai ruang pertaruhan nilai dan visi. Di tengah sambutan peserta yang penuh antusias, beliau mengajak seluruh pengurus untuk kembali menjadikan adat sebagai dasar pijakan dan syariat sebagai cahaya penuntun.

“Tagak rumah basandi gala jo tonggaknyo; tagak organisasi basandi adat jo aturannyo.”
(Rumah berdiri karena tiangnya; organisasi tegak karena adat dan aturannya.)

Pituah beliau bukan semata kata-kata adat, tetapi prinsip epistemik tentang kepemimpinan yang berakar dan berpucuk: dari tanah ke langit, dari masa lalu ke masa depan.

Raker sebagai Peristiwa Kultural dan Struktural
Raker yang dihadiri hampir 50 orang pengurus dari seluruh divisi dan bidang, ini menjadi panggung bertemunya struktur dan nilai. Setelah pembukaan oleh Ketua Umum Ir. H. Akmal Mustafha dan sambutan dari Ketua Panitia Afrizal Pono Sutan, sesi demi sesi diisi oleh tokoh-tokoh terkemuka: H. Ferry Irawan, Kol. Inf. Indra Kurnia., S.Sos., M.Si, H. Jhony Rusli, dan Ustadz H. Maulana Sati. Namun di antara semua itu, pemaparan Asdatun ini menjadi simpul maknawi yang menyatukan nalar dan nurani organisasi.

Beliau mengurai peran strategis AD/ART bukan sebagai kitab beku, tetapi sebagai dokumen hidup (living document) yang harus mampu menyesuaikan diri dengan zaman, tanpa kehilangan akar. Setiap pasal di dalamnya, menurut beliau, harus dihidupkan dengan nilai dan dijalankan dengan tanggung jawab moral.

“Organisasi ini bukan tempat menumpuk ambisi pribadi. Ia adalah wahana pengabdian, tempat kita memelihara warisan dan membangun masa depan bersama.”

Dt. Toembidjo tidak hanya menggagas agenda, tetapi meniupkan semangat baru, menyusun arah, dan menegaskan bahwa IKM Sapayuang bukan sekadar organisasi kekerabatan, melainkan rumah marwah yang harus dijaga dengan ilmu, nilai, dan integritas.

Jika diibaratkan rumah gadang, maka Dt. Toembidjo adalah tuo rumahnya, bukan yang sekadar menempati, tapi yang menata, menjaga martabat, dan merawat isinya agar tetap menjadi tempat berteduh bagi generasi dan nilai yang panjang usianya.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT