Matakita.co, Makassar- Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) melakukan pemantauan Pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2024 di Sulawesi Selatan. Pemantauan tersebut lebih intens dilaksanakan saat pemungutan suara. Pemantauan ini digelar sebagai wujud respon publik untuk memastikan bahwa Pilkada berjalan damai sesuai prinsip umum dalam berdemokrasi.
Koordinator Teknis pelaksanaan pemantauan LSKP M. Kafrawy Saenong menjelaskan bahwa pihaknya telah menemukan beberapa catatan penting sebagai bahan perbaikan dalam proses pemilihan di Sulsel. Rabu (27/11/2024).
“Hasil pemantauan hari pemungutan suara ini mencerminkan dedikasi kami dalam memastikan setiap proses tahapan pilkada 2024 memenuhi prinsip demokrasi yang substantif. Kami juga menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pilkada 2024, lembaga penyelenggara, partai politik, organisasi pendukung kandidat gubernur dan wakil gubernur, kandidat walikota dan wakil walikota, kandidat bupati dan wakil bupati, media, pihak keamanan, pemerintah, lembaga pemantau dan seluruh warga yang telah berkontribusi dalam menjaga integritas proses demokrasi dan kondisi aman sampai pada tahapan ini”. jelasnya
Lebih lanjut Ia juga kembali menjelaskan bahwa Secara umum, pihaknya menilai proses pemungutan suara pemilu di Sulawesi Selatan masih banyak yang perlu dibenahi. Itu disebabkan masih ada beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang jauh dari domisili warga sekitar, padahal terdapat TPS yang dekat dari domisilinya. Selain itu, TPS khusus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Makassar masih ditemukan beberapa kejanggalan dalam pelaksanaan teknisnya, seperti pembukaan TPS yang tidak sesuai jadwal, Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan visi-misi kandidat tidak terpasang di area TPS, serta intimidasi pasca pemilihan warga binaan pasca memasuki TPS. tambahnya
Hasil pemantauan lainnya, DPT di TPS tidak memuat ragam disabilitas para pemilih yang terdapat pemilih disabilitas di dalamnya. Bahkan terdapat TPS yang tidak ramah bagi pemilih disabilitas karena akses yang sulit menuju TPS. Kondisi TPS yang seharusnya nyaman bagi penyelenggara dan pemilih, faktanya tidak demikian. Ruang TPS yang kecil karena tidak sesuai standar ideal TPS. Ditambah lagi kondisi TPS yang berada di ruang-ruang jalan raya yang membahayakan pemilih dan pengguna jalan. Jelas Kafrawy demikin sapaannya.
Kafrawy juga menjelaskan bahwa Melalui pemantauan ini, pihaknya berharap dapat memberikan masukan konstruktif kepada pihak terkait untuk meningkatkan proses pilkada di masa depan. Kami juga ingin menegaskan komitmen kami dalam memastikan pilkada yang adil, transparan, dan bebas dari segala bentuk penyelewengan atau pelanggaran. Dari Hasil pemantauan yang dilakukan, berikut catatan penting yang kami rangkum:
Pertama: Penyelenggaraan pemungutan suara telah berjalan baik. Kami mengapresiasi seluruh pihak yang ikut menyukseskan penyelenggaraan ini. Namun catatan soal jadwal pembukaan TPS masih perlu pembenahan. Hanya 59,3% TPS di Sul-Sel yang buka tepat waktu. 18,7% TPS tidak memulai aktifitasnya di pukul 07.00. Hal ini karena profesionalisme KPPS yang kurang. Seharusnya pukul 07.00 sudah memulai pemanggilan warga untuk mulai antri di dalam TPS.
Kedua: Dalam hal pemilihan TPS, masih banyak yang tidak ramah kepada disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Dari hasil pemantauan, 69,2% TPS lokasi pemantauan di Sulsel sudah ramah kepada disabilitas yang terdiri atas tunanetra, tunadaksa, tunarungu, tunagrahita dan kelompok rentan lainnya. Namun masih ditemukan yang tidak ramah, misalnya di TPS 14 Laikang. Pemilihan tempatnya sangat tidak ramah karena harus menaiki anak tangga menuju tempat pencoblosan.
Ketiga: Atribut dan suara teriakan kampanye untuk mengarahkan pilihan kepada salah satu paslon masih beredar di sekitar TPS. Hal ini dalam wujud masyarakat yang memberikan arahan untuk memilih salah satu pasangan calon tertentu di lokasi TPS. Juga, oknum yang tidak berkepentingan sebagai penyelenggara masih diberi akses untuk tetap di dalam TPS yang cenderung memberikan pengaruh kepada pemilih.
Keempat: Masih ada 14,7% TPS yang tidak memuat informasi kandidat di pintu masuk TPS. Ditemukan hanya 79,3% TPS yang memuat informasi kandidat dan DPT di Lokasi TPS. Hal ini menunjukkan kurang kesigapan penyelenggara untuk memasang informasi terakhir kepada pemilih tentang kandidat yang berkontestasi.
Kelima: Pemeriksaan jari warga yang akan memilih di TPS mendapat perhatian yang minim oleh KPPS. Masih ditemukan warga yang bebas masuk ke bilik tanpa diperhatikan jarinya. Sekitar 25% TPS di Sulsel, pemilihnya masuk dengan bebas ke TPS tanpa diperiksa jarinya. Hanya 71,7% TPS yang diperiksa jarinya saat masuk ke TPS. Hal ini harusnya dapat diminimalisir untuk memastikan tidak bergandanya pemilih dalam melakukan pencoblosan.
Dari berbagai catatan permasalahan ditemukan, Kafrawy juga memberikan saran-saran parbaikan yang bisa menjadi masukan konstruktif terhadap penyelenggaraan Pilkada 2024 demi terwujudnya pelaksanaan pilkada yang lebih demokratis dan akuntabel. Berikut beberapa saran-saran berikut.
Pertama: Pemilihan TPS harus memiliki ruang yang ramah bagi semua. Sehingga masyarakat dapat memenuhi hak politiknya dengan baik.
Kedua: Semua peserta pilkada dan masyarakat untuk menghormati masa pemungutan suara dengan tidak melakukan aktititas kampanye atau intimidasi di sekitar TPS.
Ketiga: Perlu upaya peningkatan kapasitas Petugas KPPS sehingga dapat melakukan tugasnya secara professional.
Keempat: Masyarakat diharapkan terlibat aktif dalam memastikan penyelenggaran pilkada dapat dilaksanakan dengan damai, akuntabel, dan demokratis.
Kelima: Masyarakat perlu meningkatkan pemahamannya tentang pilkada dengan mempelajari rekam jejak semua kandidat dan menolak politik uang.
Keenam: Mengajak seluruh pihak untuk menunggu hasil resmi pilkada dari Komisi Pemilihan Umum.
Ketujuh: Masyarakat terus menjaga persatuan pasca pilkada, dan sama-sama berupaya membangun negara dan wilayah kita ke arah yang lebih baik.
(**)