Oleh : Iswadi Amiruddin*
Kejadian limpasan air yang terjadi di Desa Ponre Waru, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka (30/01/2025), kembali membuka luka lama hubungan antara masyarakat dan PT Ceria Nugraha Indotama (PT CNI). Alih-alih menunjukkan sikap bertanggung jawab, PT CNI justru menyalahkan aktivitas masyarakat sebagai penyebab utama genangan air yang masuk di pemukiman. Pernyataan ini menuai gelombang protes dari warga yang merasa dilecehkan oleh perusahaan tambang tersebut.
Penyangkalan yang Berbahaya
Dalam pernyataannya, Corporate Secretary PT CNI, Imelda Agustina Kiagoes, menyebut bahwa aktivitas pengambilan batu oleh masyarakat di sekitar lokasi tambang menjadi penyebab utama sumbatan saluran air, yang berujung pada limpasan ke jalan dan kawasan permukiman. Namun, masyarakat dan pengamat lingkungan justru menilai bahwa pernyataan tersebut adalah upaya pengalihan isu dari akar permasalahan sebenarnya, yakni buruknya pengelolaan limbah dan sistem penanggulangan lingkungan PT CNI.
“Ini bukan sekadar genangan biasa. Limpasan air ini adalah bukti nyata dari pengelolaan lingkungan yang lalai dan minim tanggung jawab,” ungkap Fadil Musaffar, Koordinator Wilayah III DEMA PTKIN se-Indonesia, yang juga menjadi perwakilan masyarakat dalam menyampaikan keberatan.
Kerusakan yang Sistemik
Bukan sekali ini saja masyarakat Desa Ponre Waru mengalami dampak lingkungan akibat aktivitas PT CNI. Dari genangan air, pencemaran sungai, hingga lahan pertanian yang rusak, semua ini menjadi bukti bahwa perusahaan tambang besar seperti PT CNI kerap mengabaikan tanggung jawab ekologisnya. Bahkan, masyarakat mencatat bahwa kolam pengendapan PT CNI sering kali tidak mampu menampung limpahan air hujan, terutama pada musim penghujan dengan intensitas tinggi.
“Ketika alam rusak akibat tambang, masyarakat yang menanggung bebannya. Dan sekarang, kita dituding sebagai penyebabnya. Ini benar-benar penghinaan,” tegas salah satu warga Desa Ponre Waru.
Tuntutan Masyarakat: Jangan Diamkan Ketidakadilan
Merespons pernyataan PT CNI, masyarakat Desa Ponre Waru telah melayangkan surat keberatan resmi kepada manajemen perusahaan. Dalam surat tersebut, masyarakat menuntut PT CNI untuk segera:
1. Menarik pernyataan yang menyalahkan masyarakat dan meminta maaf secara terbuka melalui media massa dan di depan khalayak banyak.
2. Melakukan evaluasi dan investigasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan limpasan air dan limbah tambang.
3. Menunjukkan transparansi terkait langkah mitigasi yang sudah dan akan dilakukan untuk mengurangi dampak lingkungan.
Jika tuntutan ini tidak dipenuhi dalam waktu 2 x 24 jam, masyarakat mengancam akan melakukan aksi dengan menutup akses ke lokasi tambang dan smelter PT CNI. Mereka juga akan melibatkan aktivis lingkungan serta media untuk memperkuat tekanan terhadap perusahaan.
Keadilan untuk Lingkungan dan Masyarakat
Kasus ini menjadi refleksi atas hubungan timpang antara korporasi tambang besar dan masyarakat lokal. Ketika sumber daya alam dieksploitasi tanpa kendali, masyarakat sekitar sering kali menjadi pihak yang dirugikan. Namun, sikap menyalahkan masyarakat, seperti yang dilakukan oleh PT CNI, adalah bentuk baru dari ketidakadilan yang tidak boleh dibiarkan.
Masyarakat Desa Ponre Waru kini menuntut keadilan. Tidak hanya untuk lingkungan mereka yang sudah mendapatkan dampak, tetapi juga untuk martabat mereka yang direndahkan oleh pernyataan sepihak perusahaan. Akankah PT CNI menunjukkan tanggung jawabnya, atau justru terus berlindung di balik penyangkalan? Kita tunggu langkah mereka berikutnya.
*) Penulis adalah Dosen Administrasi Negara UNISMUH Makassar