Oleh : Mattewakkan*
Menjelang magrib di bulan Ramadhan, suasana selalu khusyuk.
Di masjid-masjid dan tempat lain, orang-orang mulai bersiap. Ada yang sudah duduk rapi dengan sajadah, ada yang tetap berdiri sambil berdoa. Ada juga yang masih sibuk mengaduk teh manis di gelasnya, menanti waktu berbuka.
Lalu, azan berkumandang.
Namun, di beberapa stasiun televisi, azan magrib bukan hanya panggilan ibadah. Ia juga menjadi jeda iklan.
TV menampilkan azan, tetapi di latar belakangnya muncul logo perusahaan. Kadang, sebelum lafaz azan selesai, layar menampilkan promo produk tertentu. Seolah-olah ibadah harus berbagi ruang dengan kepentingan komersial.
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan pernah menegur stasiun TV yang menayangkan azan dengan visual iklan terselip di latarnya. Mereka mendapat peringatan keras karena menayangkan azan magrib yang ditempeli gambar produk tertentu.
Bukan hanya di Sulsel.
KPID Jawa Barat juga pernah mengeluarkan teguran untuk dua televisi lokal berjaringan. Penyebabnya sama: azan magrib yang disisipi iklan. Ada logo badan usaha milik negara, ada juga operator seluler yang muncul bersamaan dengan lafaz suci itu.
Lalu, KPI Pusat mengingatkan, bahwa ada regulasi..
Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), KPI telah menetapkan aturan tegas: azan tidak boleh disisipi iklan atau digunakan untuk kepentingan komersial dan politik.
Surat edaran KPI menjelang bulan Ramadhan juga selalu memperjelas: lembaga penyiaran dilarang menayangkan azan dengan unsur iklan atau materi promosi di dalamnya. Azan harus tetap murni sebagai tanda waktu ibadah, bukan kesempatan bisnis.
Namun, iklan dalam azan tetap muncul di beberapa tempat. Alasannya? “Kreativitas penyiaran.”
Padahal, bagi banyak orang, azan magrib di bulan Ramadhan bukan sekadar suara. Ia adalah panggilan suci yang dinanti. Suara yang menenangkan. Lafaz yang mengajak untuk bersyukur setelah seharian berpuasa.
Momen paling ditunggu, saat berpuasa.
Ah, tapi itu tahun-tahun lalu, semoga tahun ini tidak lagi
Makassar, 3 Maret 2025