MataKita.co, Gorontalo – Bukan sekadar seremonial kelulusan, tapi sebuah deklarasi spiritual dan moral: menjadi guru hebat yang akan menyalakan lentera ilmu di berbagai penjuru negeri. Itulah napas dari Yudisium Sarjana Angkatan VIII Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMGO), yang berlangsung penuh makna di Gedung Indoor UMGO, Rabu pagi (4/6).
Sebanyak 47 sarjana pendidikan resmi dilepas dalam suasana yang lebih menyerupai upacara pengukuhan kesatria ilmu. Mereka bukan hanya meraih gelar, melainkan meneguhkan janji sebagai penjaga peradaban dan pemantik mimpi generasi mendatang.
Rektor UMGO, Prof. Dr. H. Abd Kadim Masaong, M.Pd., tampil bukan hanya sebagai pimpinan kampus, tetapi sebagai ayah akademik yang menyampaikan pesan tulus kepada para orang tua mahasiswa.
“Kami sadar, anak-anak ini adalah titipan cinta dari keluarga kalian. Maka kami mendidik mereka bukan hanya dengan kurikulum, tapi juga dengan kasih sayang dan keteladanan,” ujarnya menyentuh.
Tak hanya memuji, Prof. Kadim menyulut semangat dengan mengangkat nilai luhur profesi guru.
“Seorang guru harus tetap menjadi murid, karena mengajar bukan akhir dari belajar. Di situlah kemuliaan sejati,” tuturnya, disambut sorak penuh semangat para hadirin.
Di hadapan para lulusan, Prof. Kadim mengumumkan kabar menggembirakan—UMGO sedang mempersiapkan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di dalam kampus sendiri. Ia dengan tegas menyatakan bahwa alumni UMGO akan menjadi prioritas.
“Anak-anak kami tak perlu pergi jauh untuk menjadi guru profesional. Rumah ini akan menjadi tempat tumbuhnya guru-guru masa depan,” tegasnya disambut tepuk tangan membahana.
Yudisium ini juga menjadi panggung apresiasi. Tiga nama disebut sebagai simbol ketekunan: Kiki Indriyani, Faradiba Azzahara, dan Srimiftahul Zana Dali. Mereka adalah potret mahasiswa tangguh yang menembus rintangan dan menyelesaikan studi tepat waktu. Prof. Dr. H. Abd Hamid Isa, M.Pd., selaku Dekan FKIP, menyebut mereka sebagai “karya nyata sistem pembinaan akademik UMGO”.
FKIP tak ingin berhenti di ruang kelas. Kerja sama strategis diteken dengan FORKI Gorontalo untuk membuka jalan magang, pelatihan, hingga sertifikasi bagi mahasiswa
Program Studi Ilmu Keolahragaan (IKOR).
“Kami ingin mahasiswa kami menginjak dunia nyata sejak bangku kuliah. Pendidikan harus hadir di gelanggang, bukan hanya di papan tulis,” tegas Dekan FKIP.
Sementara itu, prestasi para dosen juga menambah energi positif. Giofandi Samin, M.Pd., tembus hibah penelitian Dikti Saintek, dan Kaprodi IKOR baru saja mengantongi lisensi wasit nasional. FKIP tak hanya mencetak guru, tapi juga pemimpin akademik masa depan.
Saat satu per satu mahasiswa maju menerima piagam penghargaan, air mata menjadi bahasa yang lebih jujur dari kata-kata. Faradiba Azzahara, salah satu lulusan terbaik, menuturkan dengan suara bergetar, “UMGO bukan hanya kampus, tapi rumah. Saya tumbuh di sini, jatuh di sini, dan bangkit di sini,”tutupnya.
Yudisium FKIP Angkatan VIII bukanlah akhir dari sebuah perjalanan, tapi adalah pembuka dari panggilan abadi: menjadi guru—profesi yang tak pernah pensiun dari kemanusiaan. Di tangan mereka, masa depan bangsa disulam dengan sabar, setia, dan cinta.