Matakita.co, Makassar – Perayaan Hari Bhayangkara ke-79 bukan sekadar seremonial belaka. Ada pesan penting pada momentum spesial ini.Anggota Komisi III DPR RI, Fraksi Partai Demokrat, Andi Muzakkir Aqil menjelaskan, Hari Bhayangkara merupakan momentum reflektif bagi Polri untuk mengaca pencapaian sekaligus merenungi kekurangan.
“Banyak yang telah dicapai. Tidak sedikit yang masih harus dibenahi,” ungkap Andi Muzakkir.
Dunia yang bergerak semakin cepat membuat jenis kejahatan semakin bervariasi. Kejahatan tak lagi manual sebatas pencurian dan perampokan seperti dahulu. Kejahatan siber muncul dengan aneka wajah. Seperti pencurian data pribadi, penipuan investasi bodong online, hingga disinformasi, hoaks, dan seterusnya.
Semua kompleksitas ini, kata Andi Muzakkir menjadi tantangan yang harus dijawab dengan baik oleh Polri.
Dunia digital juga membuat informasi serba cepat dan bahkan cenderung bias. Mata rakyat mengamati melalui media sosial. Karena itu, Polri harus berjalan dengan paradigma baru, menjadi sahabat masyarakat yang hadir melalui pendekatan humanis, inklusif, dan adaptif.
“Diperlukan transformasi cara berpikir, budaya kerja, dan penegakan hukum yang tidak hanya tegas, tetapi juga memanusiakan.
Di usia Polri ke 79 tahun, kata Andi Muzakkir Aqil, Polri perlu reformasi birokrasi, peningkatan profesionalisme dan kapasitas SDM, membangun budaya organisasi yang berintegritas, transparan, dan akuntabel adalah pekerjaan simultan yang pembenahannya tak boleh berhenti.
“Pendekatan yang lebih humanis dan professional dalam penegakan hukum adalah poin penting. Polri juga harus cepat tanggap terhadap isu-isu kontemporer, seperti kejahatan berbasis teknologi, radikalisme, kejahatan lingkungan, dan seterusnya,” ungkap Anggota DPR RI yang beken dengan tagline AMAL ini.
Seiring dengan itu, dikatakan Andi Muzakkir, optimalisasi relasi kemitraan dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM dan masyarakat secara umum dilakukan dengan hati, bukan formalitas belaka.
Anggota Komisi III DPR ini melihat Polri cukup responsif. Polri berusaha hadir tidak saja sebatas penegak hukum, tetapi mitra strategis masyarakat dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban.
Penerapan teknologi digital menunjukkan keinginan kuat Polri untuk cepat tanggap melayani dan merespons laporan masyarakat. Melalui aplikasi Super Apps Presisi misalnya. Atau aplikasi Aplikasi LAPOR. Kanal-kanal digital ini menyederhanakan rantai birokrasi selain membuat laporan lebih cepat, transparan, dan terukur.
“Di sana-sini, memang ada saja kekurangan yang perlu diperbaiki. Tetapi saya kira Polri tidak menutup mata, merasa dirinya sempurna. Polri sadar, banyak hal yang harus dibenahi. Ya sistem birokrasi, sumber daya manusia, dan seterusnya,” ujar Andi Muzakkir.
“Satu hal yang harus diapresiasi, kerja-kerja pengawasan yang kami lakukan di Komisi III terbantukan oleh sikap Polri yang terbuka, proaktif, dan kolaboratif. Data yang diberikan membuat arah penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan menjadi lebih tajam. Dalam banyak hal, Polisi tak cuma datang ke Komisi III memberi laporan. Mereka juga berbagi gagasan, mengusulkan inovasi kebijakan penegakan hukum yang konstruktif, dan merekomendasikan sejumlah hal yang rasional ditindaklanjuti,” sambungnya.
Meski demikian, kata Andi Muzakkir, ada saja kelakuan oknum polisi yang berpotensi merusak citra Polri di mata masyarakat.
Celakanya, media sosial kadang begitu antagonis. Di tengah banyaknya polisi yang baik, oknum polisi seperti meruntuhkan nama baik polisi secara keseluruhan, ibarat “karena Nila setitik, rusak Susu sebelanga”.
Maka, yang menjadi tantangan besar Polri adalah perbaikan sumber daya manusia, berusaha meminimalisir atau bahkan menghilangkan “OKNUM.”
“Langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memprioritaskan jalur santri untuk rekrutmen anggota Polri 2025 saya nilai sangat bagus.
“Saya mengapresiasi dibukanya jalur khusus santri pada pendaftaran polisi di tahun ini. Semoga langkah ini berdampak baik pada SDM Polri ke depan. Polisi humanis itu perlu,” tandasnya.