Beranda Mimbar Ide MENENTANG PARADIGMA KUCING PERKOTAAN

MENENTANG PARADIGMA KUCING PERKOTAAN

0

Penulis : Ti Kama

Setahun yang lalu, semenjak kami mengontrak di rumah Khair, Alisya memang terlebih dahulu menetap di rumah ini. Tak ada yang mengurusnya, Lagipula siapa yang mau mengadopsi Alisya yang doyan berkeliaran di luar rumah? Yang sembarangan mengais sisa-sisa makanan di tempat sampah? Tak ada yang sudi.

Selain dua faktor di atas, alasan mendasar kenapa Alisya enggan di urusi oleh orang-orang yang notabenenya asli orang kota, karena Alisya kucing kampung. Alisya tidak lebih cantik dari persia, peliharaan para artis. Alisya tidak lebih mempesona dari anggora, peliharaan pengusaha. Sekali kampung ya tetap kampung, tak ada kekota-kotaannya. Kira-kira begitu sebagian besar paradigma orang-orang kota terhadap kucing kampung seperti Alisya.

Dalam kesehariannya, bisa dibilang Alisya termasuk kucing pendiam juga penurut. Di rumah, sering kami membiarkan makanan tergeletak di tempat-tempat terbuka. Tapi keadaan tersebut tidak menggiurkan naluri kekucingan Alisya. Alisya memilih diam di tempatnya, Alisya hanya memperhatikan jika sewaktu-waktu ada kucing lain yang masuk ke dalam rumah dan berusaha merampok makanan kami. Alisya tipikal kucing yang enggan meminta sebelum diberi. Terkadang kami sering dibuat takjub dengan tingkah Alisya yang lebih memperlihatkan karakter kemanusiaannya ketimbang kekucingannya.

Namun demikian, hewan tetaplah hewan. Pada hari-hari yang tidak kami sadari, tiba-tiba Alisya mengalami perubahan di tubuhnya, perutnya membengkak. Spontan kami mengira Alisya hanya kekenyangan.

Seiring waktu berjalan perkiraan kami ternyata salah besar. Pembengkakkan yang terjadi pada bagian perut Alisya bukan dikarenakan faktor kenyang, melainkan itu Alisya, mengalami situasi dimana kami tak pernah menduganya, “Married by Accident.” Alisya hamil di luar nikah ! Sontak suasana rumah menjadi gaduh.

Masing-masing dari kami mulai mencurigai satu sama lain. “Peliharaan siapa yang berani-beraninya menghamili Alisya ? Praduga tak bersalah pun mulai kami cecar satu persatu. Berawal dari Towo, seekor kelinci jantan. Marco, lovebird jantan dari Jepara, tanpa terkecuali Hotaru, hamster jantan dari jepang. Dari dugaan tersebut tidak menghasilkan fakta siapa yang telah menghamili Alisya.

Berhari-hari, berminggu-minggu, usaha kami kandas di tengah jalan. Selain pasrah dengan keadaan, menerima kenyataan bahwa Alisya telah hamil di luar pernikahan, usulan kami untuk membentuk tim pencari fakta pun di tolak oleh pihak yang berwewenang. Tentu keadaan ini menambah getir disetiap relung hati kami yang paling dalam.

Yang terpenting saat itu, adalah menjaga kandungan Alisya tetap sehat sampai pada proses persalinannya. Dan tentu dengan harapan semoga kelak yang dilahirkan Alisya bukan kucing berkepala manusia, atau manusia berkepala tikus.

Masa mengandung berhasil dilewati Alisya. 22 hari yang lalu, tepat pada tanggal 1 januari 2020, adalah hari dimana Alisya bersalin. Semua kami cemas dalam penantian, sementara di ruang yang berbeda terdengar suara Alisya menggerang, menahan sakit. Tak kuasa kami mendengar, perlahan air mata kami mulai menetes, saling menggenggam satu sama lain semata-mata menyalurkan kekuatan kami agar Alisya kuat, dan bisa melewati masa-masa kritis saat bersalin.

Dengan kuasa Tuhan tepat pada pukul 02:36 dinihari lahirlah tiga buah hati Alisya, buah hati kami juga. Ketiganya berjenis kelamin jantan. Suasana mengharukan memeceh dikeheningan malam. Jika di luar sana semua orang bergembira ria menyambut pergantian tahun masehi. Kami yang di dalam rumah tak kalah bahagianya karena menyambut kelahiran tiga pejuang tangguh dari Alisya.

Max, Fred, dan Owel. Akan menjadi penggagas paradigma baru bagi masyrakat kucing kampung. Bertiga, mereka akan melawan penindasan yang selama ini dilakukan oleh kaum kucing perkotaan. Mulai hari ini juga kami bersepakat untuk mendoktrin Max, Fred, dan Owel bahwa “SESAMA MAKHLUK CIPTAAN TUHAN, SEMUA KUCING BERHAK MENDAPATKAN KEDUDUKAN YANG SAMA DI MATA MANUSIA.

Facebook Comments