Beranda Mimbar Ide Naskah Khutbah Idul Adha 1446 H ; Subtansi Berqurban

Naskah Khutbah Idul Adha 1446 H ; Subtansi Berqurban

0

Oleh : Ahmad Habibi Baharuddin, S.Ag., M.Ag*

(Ketua Bidang Maritim Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sulawesi Selatan)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

ADVERTISEMENT

ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ،  ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ،

ٱللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَٱلْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ ٱللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إِلَهَ إِلَّا ٱللَّهُ هُوَ ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ ٱلْحَمْدُ

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ وَبِهِ نَسْتَعِينُ عَلَىٰٓ أُمُورِ ٱلدُّنْيَا وَٱلدِّينِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ ٱللَّهِ.

ٱللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَٰهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَٰهِيمَ وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

قَالَ ٱللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي ٱلْقُرْآنِ ٱلْكَرِيمِ

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءًۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَۗ اِنَّاللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

وَقَالَ أَيْضًا

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِٱلْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَرَسُولًا.

رَبِّ ٱشْرَحْ لِي صَدْرِي، وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي، وَٱحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي، يَفْقَهُوا قَوْلِي.

ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ ٱلْحَمْدُ

> Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah, Semua yang hadir di tempat ini pasti merasakan, betapa besar nikmat-nikmat Allah yang telah dianugerahkan. Nikmat itu tak akan bisa dihitung dalam angka dan angan-angan. Nikmat itu terus mengiringi setiap langkah kita dalam kehidupan. Untuk kita syukuri dan kuatkan, serta diwujudkan melalui  lisan, tindakan, dan perbuatan dalam keseharian.

> Alhamdulillahirabbil alamin. Kalimat inilah yang harus kita tancapkan lahir dan batin. Agar nikmat yang kita terima ini tetap abadi dan kita tetap yakin, bahwa Allah lah yang pada-Nya tidak ada yang tidak mungkin. Mudah-mudahan kita termasuk golongan orang Mukmin, yang senantiasa ditambah nikmatnya oleh Allah Sang Rabbul Alamin. Amin-amin ya Rabbal Alamin.   Di antara nikmat yang tak bisa kita pungkiri saat ini, adalah umur panjang, kesehatan, dan kesempatan yang senantiasa mengiringi. Sehingga kita bisa merasakan nikmat berhari Raya Idul Adha 1446 H bersama orang-orang yang kita cintai. Nikmat ini harus kita iringi juga dengan menguatkan takwa kepada Ilahi Rabbi, dengan menjalankan perintah-Nya yang suci dan meninggalkan larangan-Nya dalam kehidupan kita sehari-hari.   

> Yang kedua kita kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW. Beliaulah yang membawa kita semua dari zaman jahiliyyah menuju zaman yang terang peradaban pengetahuan. Beliau lah patron kita dalam menjalani hidup di dunia, beliau sudah wafat sekitar 14 Abad yang lalu, namun tanpanya kita tidak dapat meraih keselamatan di akhirat, kelak beliau lah yang akan memberi kita syafaat pada saat kita dikumpulkan di padang mahsyar. Bukan hanya manusia yang bersalawat kepada baginda Nabi Muhammad SAW, tetapi Allah Swt pun beserta malikat bersalwat kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Pada QS Al-Ahzab ayat 56 dijelaskan:

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

> Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.

> Apa maksud dari ayat ini, bahwa Allah Swt memperlihatkan kepada seluruh umat manusia, bahwa Nabi Muhammad Saw sangat diagungkan, sehingga diperlihatkan bahwa Allah Swt juga berselawat kepada Nabi Muhammad Saw. Maka dari pada itu marilah kita memperbanyak berselawat kepada Nabi Muhammad Saw, terkhususnya pada hari mulia idul qurban ini.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ مُحَمَّدٍ

ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ ٱلْحَمْدُ

> Sidang Jemaah shalat idul adha yang dirahmati oleh Allah Swt

> Hari ini merupakan idul adha, yang juga disebut dengan idul qurban. Kata Idul Adha berasal dari bahasa Arab, ‘Id yang berarti ” perayaan ” dan Adha yang berarti ” kurban ”. Sehingga idul Adha berarti ” HARI RAYA QURBAN ”, oleh sebab itu masyarakat sering menyebut Idul Adha sebagai Hari Raya Kurban atau lebaran Haji. Sementara Qurban, dimaksudkan berasal dari Bahasa arab yakni Qorraba Yu Qorribu, Qurbanan. Maka orang biasa menyebut taqorrob, berarti mendekatlah. Sementara yang dimaksud pada istil idul adha ini yakni taqorrob ila llahu atau Mendekatkan diri kepada Allah swt.

> Secara filosofis, pengorbanan kepada Allah Swt dimulai sejak adanya peradab manusia di muka bumi ini, sejak kisah Qabil dan Habil sebagai generasi awal Nabi Adam AS diperintahkan berkurban kepada Allah Swt. Dalam QS al-Maidah ayat 27

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ ۝٢٧

> (Nabi Muhammad) kepada mereka berita tentang dua putra Adam dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, kemudian diterima dari salah satunya (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti akan membunuhmu.” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.

> Orang yang tidak diterima kurbannya bertekad untuk membunuh saudaranya, sedang yang diancam menjawab bahwa ia menyerah kepada Allah, karena Allah hanya akan menerima kurban dari orang-orang yang takwa. Menurut riwayat Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar bahwa putra Adam yang bernama Qabil mempunyai ladang pertanian dan putranya yang bernama Habil mempunyai peternakan kambing. Kedua putra Adam itu mempunyai saudara kembar perempuan. Pada waktu itu Allah mewahyukan kepada Adam agar Qabil dikawinkan dengan saudara kembarnya Habil. Dengan perkawinan itu Qabil tidak senang dan marah, saudara kembarnya lebih cantik. Keduanya sama-sama menghendaki saudara yang cantik itu. Akhirnya Adam menyuruh Qabil dan Habil agar berkurban guna mengetahui siapa di antara mereka yang akan diterima kurbannya. Qabil berkurban dengan hasil pertaniannya dan yang diberikan bermutu rendah, sedang Habil berkurban dengan kambing pilihannya yang baik. Allah menerima kurban Habil, yang berarti bahwa Habil-lah yang dibenarkan mengawini saudara kembar Qabil. Dengan demikian bertambah keraslah kemarahan dan kedengkian Qabil sehingga ia bertekad untuk membunuh saudaranya.

> Hikmah dari kisah kedua generasi Awal anak Nabi Adam memperlihatkan bahwa sebetulnya qurban yang dilakukan tidak melihat dari besar dan kecilnya yang kita qurban kan, tetapi sesungguhnya niat kita harus diluruskan untuk mencari Ridha Allah Swt. Banyak pengorbanan yang bisa kita lakukan, seperti berkurban finansial, tenaga, waktu, pikiran, kepemilikan dan cinta. Namun ketahuilah jihad yang kita lakukan melalui pengorbanan tersebut itu hanya akan sia-sia jika mempunyai kepentingan lain, ingin dilihat atau ingin sombong, terlebih lagi kepentingan structural yang hanya menghiasi kebutuhan duniawi, perlu kita tegaskan bahwa pengorbanan yang kita lakukan niat hanya kepada Allah Swt dan Rasulnya, seperti halnya sabda Rasulullah Saw yang dihimpun dalam hadis Arbain oleh Imam an-Nawawi.

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أوامرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

> “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim)

ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ ٱلْحَمْدُ

> Hari raya yang bukan hanya berbicara tentang penyembelihan hewan kurban,

> tapi juga sarat dengan makna pengorbanan, keikhlasan, dan ketaatan.

> Karena itu penting bagi kita untuk merenungkan kembali,

> bukan hanya sekadar melaksanakan ritual ibadah,

> tapi benar-benar memahami esensinya.

> Idul Adha tidak bisa dilepaskan dari sosok besar yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam

> dan putranya yang shalih, Nabi Ismail ‘alaihis salam.

> Dua sosok yang memberikan contoh terbaik tentang keikhlasan, kepasrahan, dan ketaatan kepada Allah.

> Allah perintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya.

> Ini bukan perintah biasa.

> Bukan pula mimpi sembarangan.

> Tapi ini wahyu. Dan yang menerima wahyu adalah nabi.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

> Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. As-Saffat ayat 102

> Ini bukan percakapan biasa.

> Ini adalah dialog agung antara ayah dan anak,

> yang dilandasi oleh iman yang sangat kuat.

> Lihat bagaimana Ismail kecil, yang dalam beberapa riwayat disebut belum mencapai usia baligh,

> bisa mengucapkan kalimat seperti itu.

> “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan.”

> Ini menunjukkan bahwa pendidikan tauhid sudah ditanamkan sejak dini.

> Maka, pelajaran besar bagi kita adalah:

> Jangan menunda pendidikan iman kepada anak-anak kita.

> Kadang kita terlalu sibuk dengan pencapaian dunia: sekolah favorit, nilai tinggi, lomba ini dan itu,

> tapi lupa bahwa yang akan menolong mereka di dunia dan akhirat adalah iman dan takwa.

> Idul Adha mengajarkan, bahwa hubungan anak dan orang tua bukan hanya soal darah,

> tapi juga soal ketaatan kepada Allah,

> dan bagaimana bersama-sama taat kepada perintah-Nya.

> Lalu, ketika Nabi Ibrahim membaringkan anaknya, dan hendak menyembelih,

> Allah berfirman:

قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ

> “Sungguh engkau telah membenarkan mimpimu.”

> Maka Allah gantikan Ismail dengan sembelihan yang agung.

> Ulama tafsir berbeda pendapat tentang hewan apa yang disembelih.

> Ada yang menyebut kambing dari surga, ada pula yang mengatakan kibas.

> Tapi yang pasti, itu bentuk penghormatan Allah terhadap ketaatan Nabi Ibrahim.

> Dan dari sanalah, kita mendapat syariat kurban.

> Bukan sekadar menyembelih hewan,

> tapi sebagai simbol ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

> Karena itu Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ ۝٣٧

> Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin. (QS. Al-Hajj: 37)

> Jadi, sahabat sekalian…

> ketika kita berkurban, jangan hanya berpikir soal kambing atau sapi yang besar.

> Lihat apa niat di dalam hati kita.

> Apakah kita ingin pamer?

> Apakah kita sekadar formalitas karena malu kalau tidak ikut?

> Ataukah benar-benar ingin mendekatkan diri kepada Allah dan mengikuti jejak Nabi Ibrahim?

> Maka, sebelum menyembelih hewan,

> sembelih dulu sifat egois kita,

> sembelih dulu kesombongan kita,

> sembelih dulu rasa cinta berlebihan kepada dunia.

> Karena inti dari semua itu adalah menundukkan hawa nafsu dan mempersembahkan diri kepada Allah.

> Kita hidup di dunia ini hanya sebentar.

> Dan waktu yang sebentar ini akan menentukan kehidupan yang sangat panjang di akhirat.

> Jadi, jangan sia-siakan!

> Gunakan waktu Idul Adha ini untuk muhasabah (introspeksi).

> Apa yang sudah kita persembahkan untuk Allah?

> Nabi Ibrahim hanya punya satu anak setelah sekian lama menanti.

> Tapi saat Allah minta, beliau siap memberikan.

> Kita?

> Baru diuji sedikit—mungkin kehilangan pekerjaan,

> atau rugi dalam usaha, atau mungkin ditolak cintanya—langsung goyah.

> Maka mari belajar dari beliau.

> Belajar ikhlas. Belajar sabar. Belajar taat.

> Dan yang lebih penting:

> Jangan hanya belajar untuk diri sendiri, tapi ajarkan juga pada keluarga.

> Karena itulah tugas Nabi Ibrahim setelah itu dalam QS Ibrahim ayat 40 berbunyi:

رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلٰوةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْۖ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاۤءِ

> Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.

ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ ٱلْحَمْدُ

> Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,

> inilah saat yang paling tepat untuk kita memperbaiki hubungan dengan Allah.

> Idul Adha bukan hanya tentang ibadah kurban,

> tapi juga tentang tazkiyatun nafs – pensucian jiwa.

> Mari kita lihat dalam kehidupan kita sehari-hari:

> Apakah kita sudah menjadi pribadi yang benar-benar beriman?

> Apakah salat kita sudah khusyuk?

> Apakah harta kita sudah halal seluruhnya?

> Apakah hubungan kita dengan orang tua sudah baik?

> Karena semua ini bagian dari pengorbanan.

> Menahan diri dari yang haram adalah pengorbanan.

> Meninggalkan maksiat adalah bentuk pengorbanan.

> Maka jangan merasa kita sudah cukup hanya dengan menyembelih kambing atau sapi,

> lalu merasa aman.

> Belum tentu.

> Karena yang Allah nilai adalah ketakwaan kita.

> Dan takwa itu, kata para ulama, bukan hanya soal ibadah formal,

> tapi juga bagaimana kita menjaga diri dalam setiap keadaan.

> Kita lihat Nabi Ibrahim,

> setelah semua ujian besar itu—meninggalkan anak dan istrinya di Makkah yang saat itu tandus,

> disuruh menyembelih anak yang sangat ia cintai—

> beliau tidak pernah mengeluh.

> Tidak pernah berkata,

> “Ya Allah, kenapa Engkau beri aku cobaan yang berat?”

> Tapi justru berkata:

> “Hasbunallahu wa ni’mal wakil.”

> “Cukuplah Allah sebagai penolongku, dan sebaik-baik tempat bersandar.”

> Dan karena itu,

> Allah angkat derajat beliau tinggi sekali.

> Bahkan dalam setiap salat kita, dalam tahiyyat, kita membaca:

> “Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad,

> kama shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala aali Ibrahim.”

> Ini bentuk penghormatan luar biasa.

> Karena pengorbanan beliau yang tulus, taat, dan ikhlas,

> namanya diabadikan dalam doa-doa seluruh umat Islam.

> Maka, mari kita renungkan:

> Sudahkah kita ikhlas seperti Nabi Ibrahim?

> Sudahkah kita mendidik anak kita seperti Ismail?

> Atau justru kita sibuk mengejar dunia,

> dan lupa mempersembahkan sesuatu yang bermakna kepada Allah?

> Idul Adha ini adalah momentum besar untuk mengoreksi diri.

> Jangan sampai kita hanya ikut-ikutan—datang ke masjid, lihat orang salat Ied, kita ikut,

> lihat orang beli hewan kurban, kita ikut,

> tapi tanpa pemahaman, tanpa makna.

> Islam bukan hanya soal gerakan fisik.

> Islam adalah agama ilmu dan kesadaran.

> Maka pelajari makna kurban, pahami makna Idul Adha.

> Kurban bukan ajang pamer sapi termahal.

> Kurban bukan untuk eksis di media sosial.

> Kurban adalah ibadah paling pribadi antara kita dengan Allah.

> Bahkan Nabi bersabda:

> “Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) lalu tidak berkurban, maka jangan dekati tempat salat kami.”

> Ini bukan bentuk kerasnya Nabi.

> Tapi ini menandakan betapa pentingnya kurban sebagai bukti keseriusan kita dalam iman.

> Karena itu, jangan anggap remeh.

> Kalau kita belum bisa membeli sendiri, mungkin bisa patungan.

> Bisa mulai dari kambing.

> Tapi pastikan bahwa kurban itu lahir dari hati yang ikhlas.

> Maka sahabat-sahabat sekalian,

> jangan lewatkan momen Idul Adha ini begitu saja.

> Renungkanlah:

> Apa yang sudah kita kurbankan demi Allah?

> Apa yang sudah kita tinggalkan karena Allah?

> Kadang kita terlalu sibuk mempertahankan yang Allah tidak ridai,

> tapi enggan memberikan apa yang Allah cintai.

> Contohnya:

> kita pertahankan hubungan yang tidak halal.

> Kita pertahankan pekerjaan yang bercampur dengan riba.

> Kita pertahankan gaya hidup yang jauh dari nilai Islam.

> Kita tidak sanggup menjauihi segala sesuatu yang kita cintai.

> Sementara saat Allah minta kita tinggalkan itu,

> kita ragu, kita berat, kita menolak.

> Padahal, lihat Nabi Ibrahim:

> Allah minta sesuatu yang sangat berat—anak yang dicintai.

> Tapi beliau tidak menolak.

> Maka jika kita ingin mendapatkan derajat tinggi di sisi Allah,

> kita pun harus siap berkorban yang terbaik.

> Karena itu, saat kita menyembelih hewan kurban,

> jangan hanya hewannya yang jatuh.

> Tapi juga jatuhkan sifat-sifat yang tidak Allah sukai:

> – Kesombongan,

> – Kebencian,

> – Hasad (iri),

> – Riya (pamer),

> – dan malas dalam ibadah.

> Gantilah semua itu dengan sifat yang Allah cintai:

> – Ikhlas,

> – Sabar,

> – Taat,

> – Dermawan,

> – dan bersyukur.

> Maka Insya Allah, kurban kita diterima,

> dan menjadi saksi di hari kiamat kelak.

ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ ٱلْحَمْدُ

> “Jama’ah yang dirahmati Allah…

> Kita sudah memasuki bagian inti dari pelajaran Idul Adha. Dan sekarang, saya ingin Anda semua renungkan dalam-dalam:

> Mengapa Allah memilih penyembelihan sebagai momen penting dalam sejarah manusia?

> Bukan karena dagingnya. Bukan karena darahnya.

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ ۝٣٧

> Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin. (QS. Al-Hajj: 37)

> Yang sampai kepada Allah itu bukan dagingnya, bukan darahnya, tapi ketakwaanmu.

> Allah ingin menguji:

> Apakah engkau rela mengorbankan sesuatu yang engkau cintai demi perintah-Nya?

> Lihat Nabi Ibrahim. Beliau bukan hanya siap mengorbankan harta.

> Tapi yang diminta oleh Allah adalah anaknya sendiri.

> Ismail.

> Anak yang ditunggu bertahun-tahun.

> Anak yang lahir di usia tua.

> Anak yang shalih, yang lembut, yang cerdas.

> Tapi ketika Allah memerintahkan: ‘Sembelih.’

> Tidak ada tanya. Tidak ada keluh.

> Tidak ada tawar-menawar.

> Hanya satu kata: ‘Sami’na wa atha’na.’

> Dan lihat anaknya… Ismail ‘alayhis salam.

> Beliau tidak lari. Tidak protes.

> Bahkan berkata:

يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ ۝١

> ‘Wahai ayahku, lakukan apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan dapati aku termasuk orang-orang yang sabar.’ (QS. As-Saffat: 102)

> Ini bukan sekadar kisah. Ini pendidikan.

> Pendidikan bahwa iman tidak cukup diucapkan di lisan, tapi dibuktikan dengan pengorbanan.

> Maka Idul Adha bukan sekadar ritual.

> Bukan sekadar menyembelih hewan.

> Tapi menyembelih ego, menyembelih kesombongan, menyembelih ambisi dunia yang tidak Allah ridai.

> Maka pertanyaannya sekarang:

> Apa yang telah kita korbankan demi Allah?

> Apa yang kita relakan untuk menunjukkan bahwa kita hamba-Nya?

> Jika kita masih pelit, masih enggan berbagi, masih enggan taat — jangan-jangan kita hanya merayakan Idul Adha, tapi belum menghayati maknanya.

> Jama’ah sekalian, mari kita jadikan momentum ini untuk evaluasi diri.

> Mulai dari diri, keluarga, masyarakat… dan semoga Allah jadikan kita bagian dari hamba-hamba yang bertakwa.”

ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ ٱلْحَمْدُ

> “Saudaraku yang dirahmati Allah…

> Setelah kita memahami kisah Ibrahim dan Ismail, mari kita refleksikan:

> Setiap Idul Adha, Allah sedang menuntun kita untuk kembali pada makna iman yang sejati.

> Bukan sekadar simbolik. Tapi aktual.

> Bukan sekadar ritual, tapi spiritual.

> Maka… janganlah Idul Adha ini hanya jadi ajang foto dengan hewan kurban.

> Jangan hanya jadi tontonan sembelih menyembelih, lalu selesai.

> Tapi jadikan ini titik balik.

> Titik di mana kita bertanya:

> Apakah hidup saya ini sudah sepenuhnya untuk Allah?

> قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

> (Katakanlah: sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam. – QS. Al-An’am: 162)

> Inilah makna dari tauhid yang sejati.

> Bahwa hidup ini bukan untuk dunia. Tapi untuk akhirat.

> Dan dunia hanyalah ladang. Tempat kita menanam bekal.

> Maka… siapa yang hari ini ingin Allah ampuni dosa-dosanya, perbaikilah niat.

> Siapa yang ingin hidupnya diberkahi, mulailah dengan takwa.

> Dan siapa yang ingin meraih surga, pastikan setiap langkahnya ada pengorbanan karena Allah.

> Jama’ah sekalian…

> Sebentar lagi hewan-hewan akan disembelih.

> Tapi jangan lupa… kita pun sedang diuji.

> Apakah kita hanya menyembelih hewan, atau menyembelih nafsu dalam diri?

> Mudah-mudahan Idul Adha ini menjadi Idul kemenangan.

> Menjadi titik awal perubahan.

> Dan menjadi saksi bahwa kita pernah menangis dalam takbir, tunduk dalam sujud, dan berjanji pada Allah untuk menjadi lebih baik.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ اللَّهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ،  ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ،

ٱللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَٱلْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ ٱللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إِلَهَ إِلَّا ٱللَّهُ هُوَ ٱللَّهُ أَكْبَرُ، ٱللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ ٱلْحَمْدُ

ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ، ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَى، وَٱلصَّلَاةُ وَٱلسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ ٱللَّهِ ٱلْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ وَفَى

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ ٱللَّهِ ، أَمَّا بَعْدُ،

أَيُّهَا ٱلنَّاسُ، أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى ٱللَّهِ ، قَالَ ٱللَّهُ تَعَالَى

﴿يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ﴾

وَقَالَ أَيْضًا

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلدِّينِ

> Pada Khutbah pertama, telah disampaikan bahwa kita harus memberikan pengorbanan kepada Allah Swt. bagaimana pun bentuk pengorbanan tersebut, pada intinya marilah kita luruskan hati kita memberikan pengorbanan kepada Allah Swt.

> Sebagai tambahan pada khutbah kedua ini, saat ini saudara-saudara kita yang melaksanakan ibadah haji berada di mina untuk melaksanakan lempar jumroh. Marilah kita doakan saudara-saudara kita agar menjadi haji yang mabrur. Dan kita juga berdoa, semoga Tahun depan kita bisa berangkat haji. Apakah itu dengan porsi kita sendiri, atau pun tanpa porsi. Tetapi marilah kita berikhtiar, semoga Allah Swt yang memampuhkan kita untuk berangkat haji di tahun depan.

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًاۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ ۝٩٧

> Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari seluruh alam.

> Suatu bukti lainnya bahwa Nabi Ibrahim-lah yang mendirikan kembali Ka’bah, adanya maqām Ibrāhīm di samping Baitullah, yaitu sebuah batu yang dipergunakan sebagai tempat berdiri oleh Nabi Ibrahim a.s. ketika mendirikan Ka’bah bersama-sama dengan putranya Ismail a.s. Bekas telapak kakinya itu tetap ada dan dapat disaksikan sampai sekarang. Barang siapa masuk ke tanah Mekah (daerah haram) terjamin keamanan dirinya dari bahaya musuh.

> Setelah Nabi Ibrahim mendirikan kembali Ka’bah lalu beliau disuruh Allah menyeru seluruh umat manusia agar mereka berziarah ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji. Ibadah haji ini dianjurkan oleh Nabi Ibrahim dan tetap dilaksanakan umat Islam sampai sekarang sebagai rukun Islam yang kelima. Setiap Muslim yang mampu diwajibkan menunaikan ibadah haji sekali seumur hidup. Barang siapa yang mengingkari kewajiban ibadah haji, maka ia termasuk golongan orang kafir.

> Al-kisah berceritra, pada tahun 2010, ada seseorang yang berangkat haji tanpa melalui porsi haji, tetapi dia berangkat ke mekah dengan panggilan tiba-tiba dari Allah Swt. saat ini di tahun 2025, untuk kedua kalinya beliau Kembali diberangkatkan haji tanpa melalui porsi, tetapi dengan panggilan langsung dari Allah Swt. ini adalah kisah dari salah seorang warga dari kecamatan Minasate’ne. dia berangkat haji tanpa antrian panjang dan tanpa mempunyai porsi haji, sehingga tidak ada pembayaran yang ia lakukan kepada Kementerian Agama.

> Maka, jika Allah Swt yang memampuhkan kita, maka yakin dan percaya walau tanpa kesanggupan finansial, maka tanpa adanya penghalang kita pasti akan berangkat haji. Tentunya ini dapat terjadi bilamana kita memberikan sebuah pengorbanan untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Swt.

> Semoga tahun depan kita dapat bertemu di baitullah, amin, amin ya robbal alamin.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ، لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ، الْأَحَدُ الصَّمَدُ، الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ.

اللَّهُمَّ ٱغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَٱلْمُسْلِمَاتِ، وَٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَاتِ، ٱلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَٱلْأَمْوَاتِ.

اللَّهُمَّ أَرِنَا ٱلْحَقَّ حَقًّا وَٱرْزُقْنَا ٱتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا ٱلْبَاطِلَ بَاطِلًا وَٱرْزُقْنَا ٱجْتِنَابَهُ.

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ ٱلْوَهَّابُ.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا، وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَاسِرِينَ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي ٱلدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي ٱلْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي ٱلْقُرْبَى، وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَاءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.

فَٱسْأَلُوا ٱللَّهَ ٱلْعَظِيمَ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ، وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.

وَٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

*) Khatib Idul Adha di Masjid Muhammadiyah Babussalam Langa-langa Kec. Minasate’ne Kab. Pangkep

Facebook Comments Box