Oleh : Milawaty
(Wisyaiswara Pusjar SKMP Lembaga Administrasi Negara)
“Birokrasi itu bukan soal seragam dan jabatan, tapi soal manusia dengan isi kepala dan hati yang beda-beda. Pemimpin yang paham kepribadian timnya, bukan cuma menyatukan perbedaan, tapi bisa mengubahnya jadi kekuatan. Di era perubahan cepat, birokrasi harus lincah — bukan kaku.”
Di birokrasi masa kini, kesuksesan organisasi tidak cukup dengan hanya mengandalkan aturan dan struktur kerja. Kuncinya ada di tangan para pemimpin; seberapa piawai mereka mengelola ASN dengan latar belakang dan kepribadian yang beragam. Tipe kepribadian memengaruhi gaya kerja, cara berpikir, cara mengambil keputusan, bahkan dinamika dalam tim. Kalau pemimpin bisa membaca dan memahami keunikan ini, mereka akan lebih mudah membangun kerja sama yang sehat, mengenali potensi tim, dan mengelola konflik atau stres dengan cerdas.
Birokrasi ideal adalah birokrasi yang mampu menyatukan keberagaman, bukan menyeragamkan. Dengan kepemimpinan yang adaptif dan empatik, organisasi jadi lebih lincah, responsif terhadap perubahan, dan siap menghadirkan inovasi nyata. Pemimpin yang tahu cara menavigasi perbedaan kepribadian bukan hanya menciptakan budaya kerja yang sehat, tapi juga memperkuat kapasitas diri dan organisasinya
Mengenal Kepribadian Tipe A dan Tipe B: Kamu yang Mana?
Klasifikasi kepribadian Tipe A dan Tipe B bukan cuma sekadar label tempelan. Ini hasil riset panjang dari dua pakar, Friedman dan Rosenman, yang sampai sekarang masih relevan dalam memahami dinamika kerja di kantor atau organisasi mana pun.
ASN Tipe A biasanya punya “radar waktu” yang sangat sensitif. Buat mereka, waktu itu kayak bom waktu—tidak boleh terbuang percuma. Mereka cenderung cepat, tangkas, dan tidak sabaran. Kalau disuruh antri lama, pasti resah! Mereka terbiasa multitasking, kompetitif, dan selalu ingin jadi yang tercepat. Mereka membenci kegagalan, dan merasa sulit berhenti bekerja, bahkan ketika mereka telah mencapai tujuannya (https://www.simplypsychology.org, 2024). Di situasi darurat, mereka bisa muncul sebagai pemimpin spontan karena sikapnya yang gesit dan penuh ambisi. Tapi hati-hati—kalau tidak dikelola dengan baik, sikap ini bisa memicu konflik dalam tim.
Sebaliknya, ASN Tipe B lebih santai dan rileks dalam menghadapi waktu. Mereka bukan orang yang panikan. Mereka malah lebih fokus menikmati proses dibanding buru-buru mencapai hasil. Gaya kerja mereka tenang, stabil, dan cocok untuk tugas yang butuh ketelitian dan relasi yang harmonis. Mereka tidak gampang terpancing emosi, dan biasanya jadi penyeimbang dalam tim yang penuh tekanan.
Dalam menghadapi stres, ASN Tipe A gampang terbakar—perfeksionis, sensitif, dan bisa frustrasi kalau rencana tidak sesuai harapan. Sedangkan ASN Tipe B lebih adem, punya toleransi tinggi, dan cenderung lebih sehat secara emosional karena bisa menahan tekanan dengan lebih bijak. ASN Tipe B menikmati prestasi, tetapi tidak menjadi stres ketika tujuan tidak tercapai (https://www.simplypsychology.org, 2024).
Kalau ada masalah? ASN Tipe A langsung tancap gas cari solusi, kadang terlalu cepat tanpa sempat diskusi. ASN Tipe B justru lebih suka menganalisis dulu, berpikir pelan-pelan, dan melibatkan orang lain dalam mengambil keputusan.
Dan ternyata, hasil penelitian juga menunjukkan ASN Tipe A lebih rentan terhadap penyakit jantung dan tekanan darah tinggi karena tekanan batin yang tidak tersalurkan (https://www.simplypsychology.org, 2024). Sementara ASN Tipe B, dengan gayanya yang lebih tenang, biasanya punya kondisi emosional yang lebih stabil.
Tipe A vs Tipe B: Harmoni atau Kompetisi di Kantor?
Di balik layar banyak organisasi publik hari ini, ada “drama kepribadian” yang sering kali tidak kita sadari: pertemuan antara mereka yang serba cepat dan ambisius (Tipe A), dengan mereka yang kalem, reflektif, dan stabil (Tipe B). Ibaratnya keduanya adalah gas dan rem. Kedua tipe ini tidak hanya menyoal gaya kerja, tapi juga cara pandang terhadap dunia birokrasi. Menurut Setyawan dkk. (2020), keberagaman karakter manusia membuat pengelolaan SDM jadi PR besar bagi manajemen karena kualitas sumber daya manusialah yang menentukan sejauh mana roda organisasi bisa melaju.
Tipe A sering mendominasi. Mereka vokal, agresif soal target, dan selalu ingin jadi yang terdepan. Sementara Tipe B—meski tidak kalah cerdas dan kompeten—sering kali terpinggirkan. Akibatnya? Tipe A rentan kelelahan dan burnout, sementara Tipe B merasa kurang dihargai dan akhirnya memilih diam. Padahal, menurut Mangkunegara (2018) dan Rivai & Mulyadi (2010), kepribadian dan stres kerja punya korelasi kuat dengan performa. Kalau manajemen salah kelola, yang kena bukan hanya individu—tapi produktivitas organisasi secara keseluruhan.
Nah, justru di sinilah tantangannya: bagaimana menyatukan dua kutub ini jadi energi tim yang seimbang? Bukan saling tabrakan, tapi saling menguatkan. Kuncinya? Gaya kepemimpinan yang inklusif, empatik, dan mampu melihat kekuatan dari sisi yang berbeda. Organisasi yang sehat bukan cuma soal kecepatan, tapi juga tentang ritme yang seimbang. Dan pemimpin yang cerdas? Bukan yang paling kencang larinya, tapi yang paling jago “menata irama”.
Strategi Mengatur Ritme ASN Tipe A dan Tipe B : Saat Tipe A Butuh Rem, Tipe B Butuh Gas”
ASN Tipe A? Energinya Dahsyat, Tapi Harus Diatur!
ASN Tipe A itu seperti mesin turbo: cepat, fokus, dan punya dorongan besar buat mengejar hasil. Tapi kalau dibiarkan terus-terusan “ngegas”, bukan cuma dirinya yang capek—tim juga bisa ikut kelelahan. Jadi, gimana caranya memaksimalkan potensi mereka tanpa bikin tim burnout?
1. ???? Wajib Ada Waktu Jeda
ASN Tipe A perlu belajar menginjak rem sejenak. Tidak perlu lama—cukup 10 menit buat menarik napas, mengobrol santai, atau refleksi bersama tim sebelum mengambil keputusan penting. Momen jeda ini bisa jadi “pit stop” agar energi tetap stabil dan tidak meledak di tengah jalan.
2. ???? Jadikan Tekanan sebagai Bahan Bakar, Bukan Musuh
Alihkan semangat kompetitif ASN tipe A jadi booster buat tim, bukan cuma buat diri sendiri. Tantang mereka untuk membantu tim mencapai target bersama, bukan hanya jadi yang paling unggul. Dengan begitu, mereka tetap terdorong, tapi arahnya lebih kolektif.
3. ???? Belajar Jadi Pendengar
ASN Tipe A cenderung dominan, tapi dalam tim, tidak semua ide harus datang dari yang paling cepat bicara. Latih mereka untuk mendengar dulu tanpa menyela. Biarkan Tipe B atau rekan lain yang lebih kalem menyampaikan pikiran dengan nyaman. Ini bukan cuma soal sopan santun, tapi strategi memperluas sudut pandang dan membangun kepercayaan.
Intinya, Tipe A itu aset berharga jika dikelola dengan cerdas. Dengan sedikit jeda, arah yang tepat, dan keterampilan mendengar, mereka bisa jadi mesin tim yang tidak cuma cepat, tapi juga kuat dan tahan lama.
ASN Tipe B: Tenang Itu Kekuatan, Tapi Harus Berani Tancap Gas
ASN Tipe B seperti air—tenang, stabil, dan bikin suasana kerja lebih adem. Tapi, kalau terlalu kalem dan selalu di belakang layar, potensi mereka bisa jadi tidak kelihatan. Padahal, kalau didorong dengan cara yang tepat, ASN Tipe B bisa jadi game changer buat tim!
1. ⏱️ Latih Respons Cepat Tanpa Bikin Panik
Tidak semua orang nyaman dikejar deadline, apalagi Tipe B. Tapi itu bukan berarti mereka tidak bisa. Kuncinya: latih sense of urgency secara bertahap. Misalnya, jangan langsung kasih target “selesai hari ini”, tapi mulai dari “kamu bisa kirim draf dalam 30 menit?” Tujuannya bukan memaksa, tapi membangun refleks responsif dengan ritme kerja nyata.
2. ???? Berikan Tanggung Jawab untuk Keluar dari Zona Nyaman
Tipe B handal dalam menjaga stabilitas tim, tapi kadang malah terjebak di comfort zone. Nah, pemimpn perlu memberikan tantangan kecil untuk memancing inisiatif mereka. Contohnya? Ajak mereka jadi notulen rapat—bukan sekadar mencatat, tapi juga merangkum dan menyampaikan hasilnya. Ini melatih mereka lebih vokal dan percaya diri tampil ke depan.
3. ???? Bangun Keberanian Mengambil Keputusan
Tipe B sering takut membuat kesalahan. Tapi, kalau mereka diberikan ruang aman dan support yang cukup, mereka bisa jadi pemikir yang tajam dan strategis. Caranya? Ciptakan kultur kerja yang memberikan ruang buat gagal, belajar, dan tumbuh. Dorong mereka mengambil keputusan sendiri, sekecil apa pun itu—karena dari situ, mental inisiatif pelan-pelan terbentuk.
Intinya, Tipe B itu bukan lambat, mereka hanya punya gaya sendiri. Kalau diarahkan dengan sabar dan diberi ruang yang aman, mereka bisa jadi “motor tenang” yang membawa tim melaju jauh dengan ritme yang konsisten.
Strategi Kolaboratif Tim: Kombinasi Kekuatan
Di dunia kerja, terutama di birokrasi, tim yang solid itu bukan yang semua orangnya serba cepat atau semuanya perfeksionis. Justru, tim yang ideal adalah campuran dari berbagai gaya kepribadian: ada yang mengebut, ada yang mengerem. Ada yang mengatur strategi, ada yang bagian eksekusi dan menjaga kestabilan.
Agar tim makin efektif, ini tiga strategi kolaborasi yang bisa membuat ASN Tipe A & Tipe B jadi tim yang solid.
1. ⚖️ Kombinasikan Kecepatan & Ketelitian
Tim yang ideal itu seperti menu makanan super komplit—tidak cuma pedas atau manis. Olehnya itu pasangkan Tipe A yang cepat dan gesit dengan Tipe B yang tenang dan teliti.
Semisalnya, biar Tipe A yang mengambil alih fase perencanaan dan eksekusi yang butuh tempo tinggi, sementara Tipe B yang menghandle evaluasi, dokumentasi, atau komunikasi tim yang membutuhkan ketelitian, detail, dan kehati-hatian.
2. ???? Bagi Peran Sesuai Gaya
Tidak semua harus multitasking. Justru dengan mengerti siapa yang memiliki kekuatan apa, pekerjaan bisa dibagi lebih strategis: siapa yang mengebut, siapa yang mengecek ulang. Hasilnya? Kerja jadi lebih efektif dan minim drama.
3. ???? Bangun Budaya Saling Paham
Stop menganggap satu tipe lebih unggul dari yang lain. Tipe A bukan selalu “lebih hebat”, dan Tipe B bukan “kurang aktif”. Ajarkan tim agar saling belajar dan membangun empati. Bisa dimulai dari hal simpel: minta tiap agar anggota tim bercerita soal gaya kerja mereka, apa yang membuat mereka nyaman, dan cara paling enak buat berkolaborasi bersama. Kadang, obrolan ringan justru lebih berhasil dibanding sesi rapat resmi yang kaku.
Intinya, keragaman bukan masalah, tapi modal. Kuncinya cuma satu: paham ritme masing-masing, dan tahu kapan harus saling mendorong dan kapan harus saling menjaga. Tim yang saling melengkapi jauh lebih tahan banting dibanding tim yang semua “satu warna”.
Penutup: Bukan Soal Siapa Lebih Baik, Tapi Siapa yang Mau Bergerak Bersama
Setiap tim pasti penuh warna. Ada yang serba cepat dan ambisius, ada juga yang kalem dan penuh pertimbangan. Tidak ada yang bisa memilih dilahirkan sebagai Tipe A atau B—itu bagian dari siapa kita sebagai satu bagian dari organisasi. Tapi yang bisa kita pilih adalah: mau saling memahami atau terus saling tabrakan?
Kuncinya ada di tangan kita semua—baik anggota tim maupun pemimpinnya. Tugas kita bukan buat saling membandingkan, tapi membentuk tim yang saling melengkapi. Karena dalam birokrasi yang makin dinamis dan penuh tekanan, yang dibutuhkan organisasi bukan cuma kecepatan atau ketenangan, tapi kemampuan untuk beradaptasi, saling support, dan tumbuh bersama.
Kita tidak sedang melabeli seseorang. Justru sebaliknya: kita sedang membuka jalan untuk kerja tim yang lebih sehat, produktif, dan manusiawi. Kalau dikelola dengan cerdas, Tipe A bisa jadi mesin pendorong, dan Tipe B jadi rem yang akan membuat tim tetap stabil. Dan dari kombinasi itu, lahirlah ritme kerja yang seimbang, yang tidak hanya mengejar target, tapi juga membuat semua orang dalam organisasi tetap waras dan semangat.