
Oleh : Nur Khasanah Latief, S.IP (Analis Kebijakan Ahli Pertama Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Manajemen Pemerintahan LAN RI)
Inklusivitas telah menjadi tren global dalam berbagai sektor, termasuk pemerintahan dan birokrasi. Tren ini muncul seiring dengan kesadaran kolektif tentang hak asasi manusia, isu keadilan sosial, serta didorong oleh perkembangan teknologi. Inklusivitas sendiri dapat dimaknai sebagai sebuah prinsip atau kebijakan yang memastikan setiap individu memiliki akses yang setara dan ruang yang terbuka untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan. Kesetaraan yang dimaksudkan adalah tidak ada pembedaan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, agama, gender, atau kondisi fisik dan mental.
Dalam konteks pemerintahan dan birokrasi, inklusivitas mencakup upaya menciptakan lingkungan kerja dan sistem pelayanan publik yang adil, setara, serta bebas diskriminasi. Perwujudan prinsip tersebut dapat dilihat pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) melalui beberapa jalur khusus, misalnya jalur afirmasi. Penerimaan CPNS melalui jalur afirmasi merupakan kebijakan pemerintah untuk memberikan kesempatan lebih besar kepada kelompok tertentu, antara lain putra-putri daerah, tenaga honorer, atau individu dengan masa pengabdian yang cukup lama dengan bertujuan untuk meningkatkan representasi dan partisipasi kelompok tertentu dalam birokrasi pemerintahan, serta mengakui kontribusi dan pengabdian mereka selama ini.
Selain jalur tersebut, dikenal pula penerimaan CPNS jalur disabilitas yaitu mekanisme rekrutmen yang memberikan kesempatan khusus bagi penyandang disabilitas untuk bergabung dalam birokrasi pemerintahan. Jalur ini bertujuan untuk memastikan inklusivitas dan kesetaraan dalam akses pekerjaan di sektor publik sesuai dengan prinsip non-diskriminasi. Kebijakan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang mewajibkan pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan kesempatan kerja kepada penyandang disabilitas minimal 2% dari total pegawai, maka sejak 2018 CPNS jalur khusus disabilitas di Indonesia mulai dibuka secara resmi. Hingga kini, penerimaan CPNS untuk jalur tersebut selalu tersedia.
Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) tahun 2021, jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) penyandang disabilitas di Indonesia tercatat sebanyak 5.993 orang, yang setara dengan 0,14% dari total ASN secara nasional. Data ini tentunya mengalami peningkatan mengingat penerimaan CPNS yang dibuka setiap tahun termasuk bagi jalur disabilitas (Data resmi mengenai jumlah total PNS penyandang disabilitas di Indonesia untuk tahun 2024 belum tersedia). Meskipun angka 0.14% masih jauh dari ketentuan UU Penyandang Disabilitas, namun upaya pemerintah dalam menjaga inklusifitas tersebut perlu diapresiasi.
Hampir satu dekade penerapan inklusifitas dalam penerimaan pegawai penyandang disabilitas, tentunya banyak tantangan yang muncul. Di era yang serba cepat dan terbuka, tuntutan Masyarakat yang semakin kompleks dan beragam tentunya perlu dijawab dengan kompetensi yang dimiliki oleh seluruh ASN pada umumnya, dan PNS pada khususnya. Termasuk bagi PNS penyandang disabilitas.
UU tentang ASN sendiri secara adaptif melihat pentingnya pengembangan kompetensi bagi ASN menghadapi perkembangan saat ini. Perubahan paradigma dalam memandang pengembangan kompetensi sebagai sebuah hak menjadi kewajiban pada UU No 20 tahun 2023 tentang ASN menjadi upaya adaptif merespon perkembangan dan tuntutan masyarakat dengan kewajiban pemenuhan kompetensi seluruh ASN. Sayangnya inklusifitas bagi PNS disabilitas dalam pengembangan kompetensi masih belum terwujud sepenuhnya.
Belum ditemukan kebijakan pengembangan kompetensi secara spesifik bagi PNS disabilitas. Tanpa bermaksud untuk memandang sebelah mata, faktanya PNS disabilitas tentu membutuhkan pendekatan tersendiri dalam memetakan kebutuhan pengembangan kompetensi sesuai jenis disabilitasnya. Peraturan Lembaga Administrasi Negara (Perlan) No 10 tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi PNS hanya mengatur secara general pengembangan kompetensi yang dimaksud untuk pemenuhan kompetensi PNS yang berimplikasi jangka Panjang pada perencanaan karir.
Kembali pada tujuan awal penerimaan CPNS jalur khusus disabilitas yaitu inklusifitas. Inklusifitas tidak boleh dimaknai sempit yaitu hanya sebatas memberikan kesempatan kepada kaum disabilitas untuk bergabung dalam dunia birokrasi. Akan tetapi, perlu ditindaklanjuti dengan kemudahan akses yaitu akses terhadap pengembangan kompetensi serta akses terhadap pengembangan karir. Sehingga, dalam rangka memperkuat prinsip inklusi dan kesetaraan hak dalam birokrasi negara direkomendasikan agar instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, khususnya Kementerian PAN-RB, BKN, LAN, dan Kemensos, mengambil langkah-langkah berikut:
- Kementerian PAN-RB
- Menyusun dan menetapkan kebijakan nasional tentang pengembangan kompetensi ASN penyandang disabilitas, termasuk skema pengembangan karir berbasis merit yang memperhatikan akomodasi yang layak.
- Menetapkan indikator kinerja dan evaluasi bagi instansi pemerintah yang responsif terhadap keberagaman kebutuhan ASN disabilitas.
- Badan Kepegawaian Negara (BKN)
- Mengembangkan sistem informasi kepegawaian yang mencakup data disabilitas ASN, termasuk jenis disabilitas dan kebutuhan pendukungnya, sebagai dasar perencanaan pengembangan kompetensi.
- Menyesuaikan metode seleksi, asesmen, dan penilaian kompetensi agar inklusif, seperti penggunaan teknologi bantu (misalnya CACT berbasis Text-to-Voice untuk disabilitas netra).
- Lembaga Administrasi Negara (LAN)
- Merancang kurikulum pelatihan ASN yang inklusif, dengan modul-modul pelatihan khusus bagi ASN penyandang disabilitas.
- Menjamin pelaksanaan diklat dengan fasilitas dan metode pembelajaran yang aksesibel, serta mengikutsertakan ASN disabilitas dalam pelatihan kepemimpinan, manajerial, dan teknis.
- Kementerian Sosial (Kemensos)
- Memberikan dukungan teknis dan asistensi bagi instansi pemerintah dalam penyediaan akomodasi layak selama pelatihan dan pengembangan karir ASN disabilitas.
- Berperan sebagai narasumber atau mitra strategis dalam pelatihan ASN yang mengedepankan pendekatan berbasis hak penyandang disabilitas.
- Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah
- Mengimplementasikan kebijakan nasional di tingkat daerah, serta mengalokasikan anggaran dan program khusus untuk pengembangan kompetensi ASN disabilitas di wilayahnya.
- Membentuk unit layanan disabilitas atau focal point di BKD/BKPSDM, guna mendampingi ASN penyandang disabilitas dalam pengembangan karir.