Beranda Mimbar Ide Kontiunitas Kepribadiaan Zarathustra dalam Metempsikosis Jung

Kontiunitas Kepribadiaan Zarathustra dalam Metempsikosis Jung

0
ilustrasi

Oleh : Fadli Dason

(Peneliti Profetik Institute)

Persoalan kelahiran kembali oleh Jung dalam bukunya tersebut menyangkut pada apakah kelahiran kembali itu adalah Psikologi individu personal atau Psikologi sosial tapi impersonal. Dimaksud personal karena seseorang dapat mempengaruhi sosial disekitarnya, misalnya mengandaikan adanya sebuah aturan, memulai suatu kebiasaan yang berdampak kolektif, bahkan budaya. Impersonal karena kehidupan sosial yang telah ada membentuk dan mempengaruhi seseorang mencapai metempsikosis, seperti pendidikan, tata krama, budaya, namun ia berasal pada yang laten.

tetapi sesuatu yang laten ini, dalam metempsikosis, belum jelas sumbernya darimana, bisa saja kerpibadiaan tapi kepribadian seringkali dipengaruhi oleh lingkungan, kita selalu melihatnya saling kait-mengait, lalu tidak tahu sumber murni-nya darimana. Dalam Psikoanalisis, yang laten kemudian direpresi, ditekan oleh ego, lalu menjadikannya “superego” (Freud), dari tatanan the imaginary lalu berubah jadi “The Symbolic” (Lacan). Pada metempsikosis yang laten ini adalah hasrat-nya Deleuze. Zarathustra tidak memberikan kesempatan hasrat-nya ditekan oleh apapun.

ADVERTISEMENT

Kontiunitas kepribadian yang berkembang karena hasrat menyebabkan Zarathustra-nya Nietzsche lari ke goa dan lebih memilih menyendiri dan berdialog dengan hewan-hewan, yang membuat nya memilih hidup sederhana, dan mencari kebijaksanaan sepanjang waktu. Ia menjaga Id-nya tetap menyala, merawat the real-nya untuk terus mengembara. Apa jadinya, karena membiarkan id-nya, Oedipus mengawini ibunya? tentu ia akan dianggap hina. Namun tidak dengan Zarathustra, ia dianggap bijaksana.

Zarathustra mengalami metempsikosis, kontiunitas kepribadian, yang tentu saja sama dengan semangat postmodernisme. Yang memberitahukan kepada kita bahwa Zarathustra anti, ia anti kepada apa yang terdapat pada sistem sosial yang berlaku kemudian memilih jalannya sendiri, yang dianggap tidak biasa oleh orang banyak. Namun ditempuh dengan pencarian kebijaksanaan yang terus menerus.

Sekilas metempsikosis Jung pada Zarathustra memang sejalan pada klaim-klaim pengakuan bahwa ia adalah orang yang bijaksana, paling tidak menurut Nietszche, kepribadian mereka terus bertumbuh seiring kebijaksanaannya, kepribadiaan yang bersinambungan dengan proses mendalam pencarian pengetahuan. Psikologi pun rupanya selalu berdiri pada analisis-analisis dari yang laten pada kepribadiaan manusia.

Sikap menerima yang dipaksakan kadangkala merepresi keresahan sehingga mengendap menjadi sesuatu yang laten lalu ia bisa saja muncul disituasi yang berbeda, seperti seseorang cenderung menceritakan keresahannya terhadap orang lain tidak dihadapan orang itu. Istilah kita adalah bergosip yang tidak terang-terangan. Berbeda pada Zarathustra endapan itu menjadi hasrat untuk berbeda dari yang lainnya, sikap kritis mereka bukan saja tidak menerima apapun secara gampangan tapi juga menjauhi dan menghindari.

ELABORASI

Persis seperti maksud Deleuze tentang hasrat yang banyak ia bahas dalam bukunya Anti-Oedipus, dan A Thousand Plateaus. Metempsikosis bukan saja endapan laten yang pada akhirnya berhasrat pada kebijaksanaan, namun mengamati Zarathustra paling tidak kita bisa tebak di sisi mana kontiunitas kepribadiaannya mengarah. Pada saat Buddha ditanya oleh murid-muridnya mengenai apakah ada kontinuitas kepribadian atau tidak, ia tidak pernah memberikan jawaban.

Jung pun tidak memberikan penjelasan panjang mengenai kontinuitas kepribadiaan itu, dikarenakan memang begitu luas karena mencakup seluruh hal yang berkaitan dengan kepribadian, namun masih pada aspek metempsikosis, masih ada aspek-aspek lainnya yang menjadi bagian dari konsep kelahiran-kembali. Aspek lainnya ada reinkarnasi, kebangkitan, kelahiran-kembali, dan transformasi.

Terkait yang laten dan yang nampak, seolah-olah ini adalah sesuatu yang bisa dipisahkan, padahal sebenarnya saling berkaitan, terhubung karena kepribadiaan yang nampak sebagian dipengaruhi dari yang laten menurut Psikologi. Ia bukan dua hal dan bisa dipisahkan melainkan ia satu hal yang tidak bisa dipisahkan. Lalu keberatan yang ditimbulkan adalah bahwa kontinuitas kepribadiaan mungkin juga disebabkan dari pelatihan dan pembelajaran.

Nampaknya metempsikosis Jung bersandar pada psikologi sosial daripada psikologi individu. Yang laten dari kepribadian manusia adalah yang murni alamiah namun berasal dari sistem sosial. ini bukan soal orang kecanduan narkotika yang surplus dengan gerakan rahang kiri-kanan. bukan pula spontanitas orang yang melambaikan da-da pada tiang listrik, atau yang berbicara pada pohon. Yah, meskipun berasal atau dipengaruhi dari sistem sosial namun lebih kepada pengalaman yang membangkitkan hasrat manusia untuk menjadi.

misalnya, teguh pendirian yang tidak peduli pada bagaimana pendirian seseorang seharusnya menurut budaya sosial tapi keteguhan itu juga berasal dari sistem sosial, seperti pendidikan, atau inspirasi dari seorang tokoh. Kelihatannya tautologis, tapi Anda pasti paham maksudnya. Ingatan yang tiba-tiba kuat hadir pada kita yang berasal dari pengalaman masa lalu yang kemudian membuat kita berhasrat ingin menjadi sesuatu, lalu tiba-tiba kita jadi rutin bangun pagi dan orang lain melihat sesuatu yang berbeda pada diri kita, seperti pertumbuhan otot atau lemak yang jarang kita sadari namun sangat disadari oleh orang lain.

Ingatan Zarathustra pada perilaku manusia membuatnya lebih memilih bersama hewan-hewan, burung hantu, tarantula dan juga ular. Namun sebenarnya itu berasal dari tradisi pemikiran kuno (Sosial) bahwa manusia adalah hewan yang bijaksana. Tak puas dengan itu Zarathustra membuktikannya sendiri dan melihat bahwa ternyata manusia tidaklah lebih bijaksana dari hewan lainnya.

Facebook Comments Box