Oleh : Dimas Harun
(Pengurus KNPI Kota Makassar)
Hari Raya Idul Adha bukan hanya tentang menyembelih hewan kurban. Ia adalah peringatan agung tentang keikhlasan, ketundukan, dan pengorbanan yang dilambangkan melalui kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Sebuah kisah luar biasa tentang cinta kepada Tuhan yang melebihi cinta kepada dunia. Dalam kisah itu, kita melihat bagaimana seorang ayah rela menyerahkan yang paling ia cintai, dan bagaimana seorang anak rela memberikan hidupnya demi menaati perintah Ilahi.
Nilai-nilai itu bukan sekadar cerita masa lalu. Ia hidup dan harus terus dihidupkan, terutama dalam diri para pemuda—generasi penerus, pemegang estafet peradaban.
Pemuda dan Tantangan Zaman
Di tengah zaman yang serba cepat dan penuh godaan ini, pemuda kerap dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Mereka dituntut untuk sukses, produktif, dan relevan, namun di sisi lain juga terjebak dalam arus hedonisme, individualisme, dan ketidakpedulian sosial. Di sinilah semangat Idul Adha menjadi kompas moral.
Idul Adha mengajarkan bahwa hidup bukan hanya tentang apa yang bisa kita raih, tetapi juga tentang apa yang rela kita beri dan korbankan untuk orang lain. Bukan hanya soal harta, tapi juga waktu, tenaga, bahkan kenyamanan pribadi.
Seorang pemuda yang meneladani semangat Nabi Ibrahim dan Ismail akan berani berkata:
“Saya rela mengorbankan waktu bersenang-senang saya untuk belajar dan membangun masa depan.”
“Saya siap menanggalkan ego saya untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan.”
“Saya mau berbagi, walau saya sendiri belum merasa cukup.”
Berbagi dan Memberdayakan
Kurban bukan hanya ritual fisik, tapi simbol dari semangat berbagi dan kepedulian. Dalam konteks modern, pemuda bisa menghidupkan semangat kurban dengan berbagi ilmu, tenaga, gagasan, bahkan kepedulian terhadap sesama. Pemuda bisa menjadi pelopor gerakan sosial di masyarakat—membantu pendidikan anak-anak kurang mampu, menciptakan solusi kreatif untuk lingkungan, atau membentuk komunitas yang menghidupkan nilai-nilai kebaikan.
Idul Adha adalah waktu yang tepat bagi pemuda untuk bertanya pada diri:
“Sudahkah aku menjadi bagian dari solusi, atau justru menjadi bagian dari masalah?”
“Apa yang bisa aku kurbankan hari ini untuk membuat dunia ini sedikit lebih baik dari kemarin?”
Momentum Idul Adha adalah panggilan spiritual yang menggugah jiwa. Ia mengingatkan kita semua, khususnya para pemuda, bahwa pengorbanan adalah pintu menuju kemuliaan. Bahwa memberi adalah bentuk tertinggi dari kepemimpinan. Dan bahwa kebaikan yang kita tanam hari ini akan tumbuh menjadi peradaban yang lebih manusiawi di masa depan.
Mari, di hari yang suci ini, kita tidak hanya merayakan Idul Adha dengan daging kurban, tetapi juga dengan semangat pengabdian. Jadilah pemuda yang rela berkorban, yang peduli, yang tidak lelah memperjuangkan nilai-nilai kebaikan.
Karena sejatinya, pemuda yang siap berkorban adalah pemuda yang siap memimpin.